Ilmuwan Ciptakan Es Sepanas Matahari, Ini Penjelasannya

Ilmuwan berhasil menciptakan Es yang selama ini ditemukan di luar angkasa. Es ini terbentuk pada suhu yang bertekanan tinggi.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Minggu, 15 Juli 2018 | 15:57 WIB
Pembentukan Es Superionik dengan Laser
(Sumber: iState)

Pembentukan Es Superionik dengan Laser (Sumber: iState)

Hitekno.com - Jika kamu membaca judul yang tertulis di atas kamu pasti kebingungan atau mengira telah salah baca. Tapi santai saja, kamu tidak salah baca karena memang ada es sepanas Matahari.

Jenis es tersebut termasuk jenis es yang sangat rumit. Es superionik berperilaku sebagai partikel padat dan cair. Dengan kata lain, es itu 60 kali lebih padat dari air es yang biasa kita temukan di Bumi.

Es tersebut terbentuk pada suhu yang hampir sama dengan suhu permukaan Matahari. Partikel itu disebut dengan es superionik, es yang biasanya ada di luar angkasa.

Baca Juga: Ilmuwan Ciptakan Robot Cheetah, Mampu Melompat di Meja

Es bertekanan tinggi itu biasanya terletak di planet Uranus dan Neptunus. Namun ilmuwan berhasil menciptakan es superionik di sebuah laboratorium yang terletak di Bumi.

Pembentukan Es Superionik dengan Laser(Sumber: M. Millot/E. Kowaluk/J.Wickboldt/LLNL/LLE/NIF)
Pembentukan Es Superionik dengan Laser(Sumber: M. Millot/E. Kowaluk/J.Wickboldt/LLNL/LLE/NIF)

Dilansir dari Livescience, para ilmuwan sebenarnya telah menemukan es tersebut pada 30 tahun yang lalu. Untuk pertama kalinya, Ilmuwan memprediksi adanya fase air aneh yang membuat zat padat dan cair bersamaan.

Selama fase superionik, hidrogen dan oksigen berada di dalam molekul air yang berperilaku aneh. Ion hidrogen bergerak seperti cairan di dalam kristal-kristal padat.

Baca Juga: 1.000 Kali Transplantasi Kepala pada Tikus, Ilmuwan Ini Dikritik

Untuk pertama kalinya di dunia, membuat es menjadi sangat rumit. Ilmuwan memadatkan air menjadi es kristal kubik yang ultra kuat. Kristal itu berbeda dari kristal es yang kamu lihat di es batu.

Untuk menghasilkan es sepanas Matahari, para peneliti menggunakan sel anvil berlian untuk menerapkan 360.000 pon per inci persegi. Hal itu setara dengan tekanan 2,5 gigapascals (GPa) atau sekitar 25.000 kali tekanan atmosfir di Bumi.

Selanjutnya para peneliti memanaskan dan mengompresi sel-sel tersebut lebih jauh lagi menggunakan sinar laser. Setiap struktur es kristal menerima enam sinar laser yang berarti lebih dari 100 kali tekanan yang ada.

Baca Juga: Menurut Ilmuwan, Golongan Darah O Berumur Lebih Pendek

Partikel Es Superionik(Sumber: S. Hamel/M. Millot/J.Wickboldt/LLNL/NIF)
Partikel Es Superionik (Sumber: S. Hamel/M. Millot/J.Wickboldt/LLNL/NIF)

Setelah es superionik siap, tim bergerak cepat untuk menganalisis sifat optik dan termodinamiknya. Mereka hanya memiliki 10 hingga 20 nanodetik untuk melakukan pengamatan, sebelum gelombang tekanan melepaskan kompresi, dan air terlarut.

Hasilnya sangat mengagetkan. Mereka menemukan bahwa es mencair di suhu 8,540 derajat Fahrenheit (4.725 derajat Celcius) pada 29 juta pon per inci persegi (200 GPa) tekanan. Tekanan itu sekitar 2 juta kali tekanan atmosfer di Bumi.

"Ini ... membingungkan ! ketika air es beku hadir pada ribuan derajat di dalam planet-planet ini, tapi itulah yang ditunjukkan eksperimen," Raymond Jeanloz, seorang rekan penulis studi dan fisikawan planet di University of California, Berkeley.

Baca Juga: Bumi dalam Bahaya, ini Ide Gila Ilmuwan untuk Menyelamatkannya

Es superionik itu sulit dipercaya, hal itu karena partikel terbentuk pada temperatur dan tekanan ekstrim serta meleleh pada 4.700 derajat Celcius. Sebagai perbandingan, permukaan Matahari adalah 5.500 derajat Celcius. Penelitian tentang es superionik atau es sepanas Matahari telah dipublikasikan di Nature Physics pada bulan Februari lalu.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak