Menguak Misteri, Begini Kemunculan Oksigen di Bumi Menurut Penelitian Terbaru

Ternyata inilah asal oksigen di Bumi sebelum adanya organisme yang melakukan fotosintesis.

Cesar Uji Tawakal
Kamis, 08 Desember 2022 | 15:40 WIB
Ilustrasi Bumi. (NASA)

Ilustrasi Bumi. (NASA)

Hitekno.com - Seperti yang kita tahu, dulunya Bumi memiliki tingkat oksigen rendah yang tidak dapat menopang kehidupan.

Hingga akhirnya setelah adanya makhluk yang bisa berfotosintesis, penggandaan oksigen dimulai, membuka jalan bagi evolusi hewan.

Dilansir dari Sputnik News, oksigen awal punya peran krusial di Bumi sebagai bahan penting dalam campuran faktor-faktor yang membuat planet kita layak huni.

Baca Juga: Spoiler One Piece 1069: Luffy Gunakan Kekuatan Baru Melawan Rob Lucci?

Rupanya tak cuma dari hasil fotosintesis, oksigen bisa berasal dari sumber "tektonik", menurut dugaan hasil studi baru.

Selanjutnya, penelitian oleh tim ilmuwan dari Universitas Laurentian dan Universitas Michigan, yang diterbitkan di Nature Geoscience, menawarkan penjelasan parsial untuk kekurangan oksigen dalam bentuk molekul (O2).

Ilustrasi planet bumi/Pixabay
Ilustrasi planet bumi/Pixabay

Sebelumnya, perlu diingat kembali seperti apa planet kita dulu antara 2,5 miliar dan empat miliar tahun yang lalu.

Baca Juga: Gibran Pakai Background Unik Saat Diwawancara, Netizen: Mau Nanya Jadi Pikir-pikir Dulu

Selama periode itu, eon Archean, Bumi yang masih dunia air, terdapat selimut kabut kabut metana, tanpa gas oksigen. Oksigen hanya ada dalam senyawa seperti air pada saat itu.

Ada aspek lain dari keberadaan Bumi pada saat itu yakni aktivitas tektoniknya, yang berbeda dari apa yang disebut tektonik lempeng Bumi modern.

Planet yang kita huni saat ini dicirikan oleh adanya lapisan terluar Bumi di bawah lautan yakni kerak samudera yang tenggelam ke dalam mantel planet, yang sekarang disebut "zona subduksi."

Baca Juga: Sempat Mau Pakai Robocop, Kepolisian San Francisco Kini Batal Pakai Robot Polisi

Ilmu pengetahuan belum bisa menjangkau tentang apakah tektonik lempeng seperti itu berfungsi di era Archean.

Zona subduksi saat ini dikaitkan dengan magma teroksidasi, terbentuk ketika sedimen teroksidasi dan air dingin yang dekat dengan dasar laut dimasukkan ke dalam mantel Bumi.

Magma dengan kandungan oksigen dan air yang tinggi dihasilkan sebagai hasilnya.

Penelitian yang dilakukan oleh tim, termasuk David Mole di Universitas Laurentian serta Adam Charles Simon dan Xuyang Meng di Universitas Michigan, berfokus pada pengujian apakah tidak adanya bahan teroksidasi di perairan dasar Archean dan sedimen dapat menghambat pembentukan magma teroksidasi.

Jadi, tim mengumpulkan sampel batuan setua 2,67 miliar tahun dari daerah yang membentang dari Winnipeg, Manitoba, hingga Quebec. Ini dianggap oleh para ilmuwan sebagai bagian terbesar yang diawetkan dari benua Archean.

Penelitian ini melakukan pengukuran menggunakan teknik yang disebut X-ray Absorption Near Edge Structure Spectroscopy (S-XANES) pada synchrotron Advanced Photon Source di Argonne National Laboratory di Illinois.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa magma teroksidasi memang terbentuk pada era Neoarchean sekitar 2,7 miliar tahun yang lalu.

Karena tidak adanya oksigen terlarut dalam reservoir air pada saat itu gagal menghalangi pembentukan magma teroksidasi di zona subduksi, penelitian menentukan bahwa sumber oksigen pasti berbeda kemungkinan berasal dari letusan gunung berapi ke atmosfer.

Dengan demikian, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yang tidak terduga bahwa proses subduksi kembali pada zaman Archean bisa menjadi faktor penting dalam oksigenasi Bumi.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak