Setelah Diteliti Ilmuwan, Ini Penyebab Gempa 7.5 Magnitudo di Papua Nugini

Gempa Bumi super besar di Papua Nugini ternyata mempunyai pola berulang.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Jum'at, 17 Mei 2019 | 15:45 WIB
Peringatan tsunami langsung dikeluarkan setelah gempa terjadi. (AGGA)

Peringatan tsunami langsung dikeluarkan setelah gempa terjadi. (AGGA)

Hitekno.com - Pada 14 Mei 2019, wilayah New Ireland di Papua Nugini diketahui dilanda gempa Bumi super besar berkekuatan M 7.5 (7.5 Magnitudo).

Gempa super besar tersebut terjadi di 45 kilometer lepas pantai Papua Nugini. Untungnya, gempa ini terjadi di pulau terpencil atau sekitar 45 kilometer dari Pulau Kokopo.

Daerah tersebut dikenal bukan sebagai daerah padat penduduk sehingga tidak ada indikasi langsung mengenai laporan korban jiwa atau cedera.

Baca Juga: Ukuran Massa Bulan Berkurang, Ada Kemungkinan Terjadi Gempa

Peringatan tsunami langsung dikeluarkan oleh Pacific Tsunami Warning Centre (PTWC).

Mereka mengatakan bahwa gelombang tsunami berbahaya dapat terjadi dalam radius 1.000 kilometer di sepanjang pantai Papua Nugini dan Kepulauan Solomon.

Peringatan tsunami langsung dikeluarkan setelah gempa terjadi. (AGGA)
Peringatan tsunami langsung dikeluarkan setelah gempa terjadi. (AGGA)

Namun setelah beberapa saat, peringatan tersebut langsung dicabut karena ternyata tidak ada tsunami yang muncul.

Baca Juga: Andalkan InSight, NASA Deteksi Gempa di Planet Mars

Berdasarkan penelitian, ternyata terdapat pola khusus di sekitar pusat gempa.

Pada catatan penelitian 100 tahun lalu, ternyata 36 gempa berkekuatan 7.0 Magnitudo atau lebih besar telah dilaporkan dalam radius 241 kilometer dari pusat gempa tersebut.

Tiga di antaranya berkekuatan M 8.0 atau lebih, termasuk satu gempa pada November tahun 2000 yang memicu tanah longsor serta ribuan rumah hancur.

Baca Juga: AI Dapat Prediksi di Mana dan Kapan Gempa Akan Terjadi

Potensi gempa di sekitar lokasi. (USGS)
Potensi gempa di sekitar lokasi. (USGS)

Tahun 2018, gempa berkekuatan M 7.5 di Papua Nugini menewaskan sedikitnya 145 orang.

Dikutip dari situs resmi USGS (United States Geological Survey), ilmuwan menyimpulkan bahwa terjadi Strike-Slip Fault (gerakan sesar mendatar) dangkal sehingga menyebabkan gempa super besar.

Gempa besar biasanya terjadi karena pergerakan atau tumbukan lempengan Bumi yang terbagi menjadi tiga yaitu: Normal Fault (Sesar Normal), Reverse Fault (Sesar terbalik), dan Strike-Slip Fault (Sesar mendatar).

Baca Juga: Hancur Ringsek, Mobil Korban Gempa Palu Ini Masih Bisa Berjalan

Pergerakan Sesar Mendatar. (USGS)
Pergerakan Sesar Mendatar. (USGS)

Gerakan sesar mendatar biasanya menghasilkan gempa yang lebih besar dari 7.0 Magnitudo. Kamu bisa membaca artikel ini untuk melihat ketiga perbedaannya secara lengkap.

Pada gerakan sesar mendatar, lempengan akan bergerak secara mendatar dan berdampingan serta tak menghasilkan patahan.

Khusus pada gempa Papua Nugini, terjadi gerakan sesar mendatar di lapisan dalam (interior) lempeng Pasifik.

Pecahan terjadi pada bagian sesar timur laut kanan dan sesar tenggara-kanan.

Potensi pergerakan gempa. (USGS)
Potensi pergerakan gempa. (USGS)

Pada wilayah tersebut, lempeng Australia bergerak ke timur-timur laut (east-northeast) dan berbenturan dengan lempeng Pasifik tenggara-kanan dengan kecepatan sekitar 105 mm/ tahun.

Di lokasi gempa, tepi lempeng Australia dan Pasifik dibagi menjadi beberapa lempeng mikro. Lempengan lebih kecil tersebut termasuk lempeng Laut Solomon, lempeng South Bismark, dan lempeng Magnus.

Dalam peristiwa 14 Mei, gempa terjadi pada perbatasan antara South Bismark dan lempeng-lempeng Magnus. Peristiwa gerakan sesar mendatar terjadi di sekitar wilayah 130 x 22 km (panjang x lebar).

Terkait penyebab gempa besar Papua Nugini, peneliti menjelaskan bahwa gempa jenis ini bisa berulang sehingga penduduk di sekitarnya harus berhati-hati.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak