Gelombang Kejut Bom Perang Dunia 2 Ternyata Sampai Tepi Antariksa

Penemuan ini belum pernah ada sebelumnya.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Rabu, 26 September 2018 | 11:00 WIB
Pengeboman di atas wilayah Eropa. (Lumen Learning)

Pengeboman di atas wilayah Eropa. (Lumen Learning)

Hitekno.com - Kita mungkin mengira bahwa hanya bom Hiroshima dan Nagasaki yang mempunyai efek mengerikan. Bom di Eropa selama Perang Dunia 2 menghasilkan gelombang kejut yang menjangkau hingga tepi luar angkasa.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh para ilmuwan sangat mengejutkan karena jangkauan gelombang kejut dapat mencapai seribu kilometer.

Gelombang itu diketahui dapat melemahkan lapisan Ionosfer secara singkat.

Baca Juga: Kisah Selamat dari Bom Nuklir Hiroshima Karena Tali Sepatu

Penyerangan sekutu di Eropa selama Perang Dunia 2 diketahui menghasilkan gelombang kejut sehingga secara singkat mengurangi konsentrasi elektron di lapisan Ionosfer.

Penelitian ini sudah dipublikasikan pada tanggal 25 September 2018 dijurnal ilmiah Annales Geophysicae. Pelemahan tepi Bumi yang mendekati luar angkasa terjadi tepat di atas lokasi pengeboman.

Ilustrasi lapisan Ionosfer terlihat dengan warna ungu. (NASA via Gizmodo)
Ilustrasi lapisan Ionosfer terlihat dengan warna ungu. (NASA via Gizmodo)

Jangkauan gelombang kejut diteliti para ilmuwan dapat mencapai ketinggian 600 mil atau 1.000 kilometer.

Baca Juga: Robert Oppenheimer, Ayah Bom Atom yang Menyesali Penemuannya

Efeknya bersifat sementara dan tidak berbahaya (bagi atmosfer), namun itu bisa mengganggu transmisi radio frekuensi rendah selama perang.

Dikutip dari Gizmodo, seorang pimpinan penelitian sekaligus seorang profesor ruang angkasa dan fisika atmosfer bernama Chris Scott mengatakan bahwa penemuan ini sangat menarik.

''Dampak dari bom-bom yang naik di atmosfer Bumi belum pernah disadari sampai sekarang,'' kata Scott dalam sebuah pernyataan.

Baca Juga: Asteroid Jatuh di Radar AS, Hampir Picu Kiamat Nuklir

Pengeboman di atas Marlenburg, Jerman. (US Air Force)
Pengeboman di atas Marlenburg, Jerman. (US Air Force)

Ketebalan Ionosfer terletak pada 80 hingga 50 kilometer di atas permukaan Bumi. Lapisan itu sangat dipengaruhi oleh aktivitas Matahari termasuk pelepasan massa koronal, kecepatan angin Matahari, dan partikel energik luar angkasa.

Hari ini, gangguan di Ionosfer dapat mempengaruhi teknologi seperti radio dan GPS.

Penelitian itu mengamati pengukuran dampak gelombang kejut saat terjadi peristiwa pengeboman yang ada di Eropa. Peristiwa tersebut termasuk pengeboman di wilayah Slough (Inggris) dan pengeboman di Inggris yang terkenal dengan peristiwa ''Blitz London'' di tahun 1941.

Baca Juga: 4 Hal yang Terjadi jika Perang Nuklir Pecah

Scott dan para ilmuwan lain meneliti respon Ionosfer saat menngamati catatan 152 serangan besar sekutu di Eropa. Serangan itu tercatat telah menjatuhkan 100 hingga 900 ton bahan peledak di atas kota, pabrik dan target militer.

''Mengherankan melihat bagaimana gelombang kejut yang disebabkan oleh ledakan buatan manusia dapat mempengaruhi tepi ruang angkasa," kata Scott saat menjelaskan dalam penelitiannya.

Pengeboman di atas wilayah Jerman. (Departemen Pertahan Amerika Serikat)
Pengeboman di atas wilayah Jerman. (Departemen Pertahan Amerika Serikat)

Catatan sejarah pernah mengungkap kesaksian para korban yang melihat efek bom itu. Salah satunya adalah pesawat yang rusak di ketinggian tertentu padahal mereka sudah terbang di atas ketinggian yang direkomendasikan.

Pesawat itu melaju di atas lokasi pengeboman dan terkena gelombang kejut bom Perang Dunia 2.

Contoh yang paling ekstrim adalah rusaknya paru-paru korban gelombang kejut ledakan bom yang berdiri beberapa kilometer dari lokasi.

Di zaman itu, mereka biasanya menggunakan handuk basah untuk menghindari gelombang kejut ledakan bom Perang Dunia 2.

Penelitian mengenai jangkauan gelombang kejut ledakan bom Perang Dunia 2 mengingatkan kita bahwa perang hanya akan menghasilkan kerusakan bagi Bumi dan manusia itu sendiri. 

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak