Ilmuwan Ungkap Teori Kemusnahan Dinosaurus Baru, Ini Penjelasannya

Apa penyebab kemusnahan dinosaurus menurut ilmuwan?

Agung Pratnyawan
Rabu, 17 Februari 2021 | 06:00 WIB
Ilustrasi dinosaurus. (Google)

Ilustrasi dinosaurus. (Google)

Hitekno.com - Para ilmuwan sebelumnya telah bersepakat akan teori kemusnahan dinosaurus dengan nama "penabrak Chicxulub". Namun kini muncul teori baru terkait mmusnahnya makhluk raksasa ini.

Teori "penabrak Chicxulub" ini dipercayai dengan adanya bukti kawah besar di lepas pantai Meksiko.

Para ilmuwan tidak tahu apakah benda itu adalah komet atau asteroid, dari mana asalnya atau bagaimana benda itu bisa menghantam Bumi dengan kekuatan begitu dahsyat.

Baca Juga: Tak Sengaja, Bocah 4 Tahun Ini Temukan Jejak Kaki Dinosaurus

Dengan menjawab pertanyaan tersebut tidak hanya akan menjelaskan tentang akhir dari dinosaurus, tetapi juga tentang keadaan tata surya dan Bumi.

Penelitian baru yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports, para ahli dari Harvard University mencoba menjawab pertanyaan tersebut.

Para ahli menganalisis data pada objek yang terbang di sekitar tata surya, serta simulasi bagaimana gravitasi akan mendorongnya.

Baca Juga: Ditemukan Fosil Dinosaurus Terbesar di Dunia, Berusia 98 Juta Tahun

Tim ilmuwan mengklaim telah menemukan cara untuk menjelaskan bagaimana Bumi bisa dihantam seperti itu.

Ilustrasi dinosaurus pemakan tumbuhan. (Pixabay/ Dariusz Sankowski)
Ilustrasi dinosaurus pemakan tumbuhan. (Pixabay/ Dariusz Sankowski)

Para ilmuwan berpendapat bahwa perjalanan objek yang memusnahkan dinosaurus dimulai di awan Oort, cangkang komet yang berada di tepi tata surya.

Sebongkah komet terlempar dari jalur gravitasi Jupiter dan mengirimnya terbang menuju Matahari, yang memecah batu menjadi beberapa bagian.

Baca Juga: Setelah Viral Video Dinosaurus Naik Truk, Kini Muncul T-Rex di Mall

Komet semacam itu membutuhkan banyak waktu untuk mengelilingi Matahari. Para ilmuwan menjulukinya sebagai penggembala Matahari dan komet berperiode panjang.

"Komet itu sangat dekat dengan matahari sehingga bagian yang lebih dekat ke matahari merasakan tarikan gravitasi yang lebih kuat daripada bagian yang lebih jauh dari matahari, menyebabkan gaya pasang surut," kata Siraj, mahasiswa sarjana yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Hal itu menyebabkan peristiwa yang disebut gangguan pasang surut sehingga komet besar yang datang sangat dekat dengan Matahari pecah menjadi komet yang lebih kecil.

Baca Juga: Ditemukan Fosil Burung Misterius, Diduga Hibup dengan Dinosaurus

Pada dasarnya, dalam perjalanan komet saat pecah keluar, ada kemungkinan statistik bahwa komet ini menghantam Bumi.

Namun, ini bertentangan dengan salah satu teori utama lainnya tentang asal-usul penabrak Bumi itu berasal. Yang lain mengatakan itu adalah bagian dari asteroid yang lebih besar yang berasal dari sabuk asteroid antara Jupiter dan Mars.

Ilustrasi asteroid menabrak Bumi. (Shutterstock)
Ilustrasi asteroid menabrak Bumi. (Shutterstock)

Dilansir dari Independent, Selasa (16/2/2021), makalah baru menunjukkan objek yang memulai hidupnya di awan Oort lebih layak sebagai bagian dari susunannya.

Penelitian di kawah Chicxulub dan kawah serupa lainnya menunjukkan bahwa objek yang menyebabkannya adalah benda yang relatif primitif yang disebut kondrit berkarbon.

Komposisi seperti itu lebih mungkin ditemukan pada objek awan Oort daripada yang berasal dari sabuk asteroid.

Para peneliti mengatakan bahwa hipotesis tersebut dapat diuji dengan studi lebih lanjut tentang kawah itu sendiri, termasuk yang serupa di Bulan.

Tim ahli berharap dapat menggunakan Observatorium Vera Rubin di Chili untuk mengamati komet dan perilakunya. Observatorium tersebut akan mulai beroperasi tahun depan.

Itulah teori kemusnahan dinosaurus baru yang diungkap ilmuwan hasil penelitian terbaru. (Suara.com/ Lintang Siltya Utami).

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak