Satelit Telkom-3 Akan Jatuh ke Bumi, LAPAN Terus Memantau Lintasannya

Kapan Satelit Telkom-3 akan jatuh ke Bumi?

Agung Pratnyawan
Sabtu, 06 Februari 2021 | 06:00 WIB
Logo LAPAN. (LAPAN)

Logo LAPAN. (LAPAN)

Hitekno.com - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) masih terus memantau lintasan jatuhnya Satelit Telkom-3. Namun sayangnya sampai saat ini masih belum bisa diprediksi LAPAN.

Menurut LAPAN, kapan dan dimana jatuhnya satelit milik Indonesia ini belum bisa diperkirakan dengan pasti. Meski begitu, diperkirakan akan mengalami reentry atau masuk kembali ke Bumi pada 5 Februari 2021 antara pukul 14:30 WIB hingga 18:30 WIB.

"Terdapat ketidakpastian dalam prediksi waktu jatuh karena objek jatuh secara tak terkendali sehingga orientasi satelit serta hambatan udara yang dialaminya dapat bervariasi. Besarnya hambatan atau pengereman menentukan waktu jatuhnya satelit," kata peneliti dari LAPAN Dr. Rhorom Priyatikanto Rhorom dalam keterangan tertulis yang diterima Antara, di Jakarta, Jumat (5/2/2021).

Baca Juga: LAPAN: Suara Ledakan di Buleleng Diduga karena Asteroid

Rhorom menuturkan sejak 30 Januari 2021, satelit tersebut telah mencapai ketinggian kurang dari 200 kilometer dan diperkirakan akan mengalami reentry pada 5 Februari 2021. Itu merupakan kali pertama benda antariksa berukuran besar milik Indonesia, jatuh.

Lokasi jatuh Satelit Telkom-3 belum dapat diprediksi dengan akurat. Berdasarkan parameter orbit terbaru dengan epoch tanggal 4 Februari 2021 pukul 22:56 WIB, serta berdasarkan jendela waktu reentry yang disebutkan sebelumnya, diperoleh hanya lintasan perkiraan lokasi jatuh Satelit Telkom-3.

Terkait pantauan reentry Satelit Telkom-3, LAPAN berkoordinasi dengan PT Telkom Indonesia Tbk, Telkomsat, dan Roscosmos Rusia.

Baca Juga: Teliti Gelombang Gravitasi, China Kembali Meluncurkan Satelit Baru

Ilustrasi satelit di luar angkasa (Shutterstock).
Ilustrasi satelit di luar angkasa (Shutterstock).

Jatuhnya Satelit Telkom-3 yang memiliki orbit dengan inklinasi 49,9 derajat diperkirakan memiliki risiko korban jiwa yang amat rendah, yakni sekitar 1:140000. Pertimbangan utama perkiraan risiko itu adalah distribusi populasi manusia di muka Bumi tahun 2021 serta inklinasi orbit Satelit Telkom-3.

Nilai risiko tersebut jauh di bawah ambang yang mengkhawatirkan, misalnya Amerika Serikat menggunakan ambang 1:10000.

Meski demikian, LAPAN terus melakukan pengecekan terhadap status objek serta berkoordinasi dengan PT Telkom Indonesia Tbk dan Telkomsat tentang reentry satelit tersebut.

Baca Juga: Waduh, Roket China Nyaris Tabrak Rongsokan Satelit Soviet

Satelit Telkom-3 (COSPAR-ID 2012-044A, NORAD-ID 38744) merupakan satelit buatan ISS Reshetnev, Rusia berdasarkan pesanan PT Telkom Indonesia Tbk. Satelit milik Indonesia tersebut diluncurkan pada 6 Agustus 2012 dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, tetapi masalah teknis menyebabkannya gagal mencapai orbit.

Satelit yang berbobot 1,845 ton itu tidak mengandung bahan radioaktif dan diperkirakan sebagian besar massa satelit akan terbakar saat memasuki atmosfer hingga menyisakan 10-40 persen massa awalnya.

Berdasarkan konvensi internasional, Negara Peluncur bertanggung jawab penuh atas korban/kerugian yang timbul atas benda jatuh antariksa. Adapun Negara Peluncur meliputi negara pemilik, negara yang meluncurkan, serta negara tempat peluncuran.

Baca Juga: LAPAN: Pulau Biak Akan Dijadikan Space Island

Indonesia dalam hal ini PT Telkom, di mana sesuai amanat Undang-undang Nomor 21 Tahun 2013, adalah pemilik benda antariksa, telah memiliki asuransi untuk menutup kemungkinan kerugian yang terjadi terhadap pihak ketiga dari peristiwa reentry satelit itu.

Itulah pantauan LAPAN pada lintasan jatuhnya Satelit Telkom-3 milik Indonesia, meski belum bisa dipastikan secara detail kapan tiba di Bumi. (Suara.com/ Liberty Jemadu).

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak