Heboh Ribuan Burung Gagak Terbang, Ilmuwan: Itu Normal!

Ilmuwan ini memberikan penjelasan ilmiah mengenai alasan ribuan burung gagak muncul.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Jum'at, 14 Februari 2020 | 08:30 WIB
Ribuan burung gagak terlihat berada di atas langit Kota Jingzhou, sebuah kota di dekat Kota Wuhan. (YouTube/ Wuhan News)

Ribuan burung gagak terlihat berada di atas langit Kota Jingzhou, sebuah kota di dekat Kota Wuhan. (YouTube/ Wuhan News)

Hitekno.com - Netizen dihebohkan dengan beredarnya banyak video dengan narasi ribuan burung gagak yang ada di China. Sebagai referensi, China tempat di mana virus corona pertama kali muncul.

Ribuan gagak juga menyambangi beberapa kota yang masuk dalam Provinsi Hubei, China.

Netizen di China ramai menyebarkan rekaman video melalui media sosial Weibo, aplikasi TikTok, hingga channel YouTube mengenai pemandangan yang cukup menyeramkan.

Baca Juga: Kisah Pasangan Ini Pesan Wine via Drone Saat Kapal Dikarantina Cuma Lelucon

Bagaimana tidak, di atas langit kota hingga jalanan kota justru dipenuhi dengan ribuan burung gagak.

Seperti dilaporkan oleh Daily Star, dalam budaya China, gagak sering melambangkan nasib buruk atau kematian sehingga rekaman yang beredar cukup mengundang narasi ketakutan.

Ribuan burung gagak terlihat berada di atas langit Kota Jingzhou, sebuah kota di dekat Kota Wuhan. (YouTube/ Wuhan News)
Ribuan burung gagak terlihat berada di atas langit Kota Jingzhou, sebuah kota di dekat Kota Wuhan. (YouTube/ Wuhan News)

Banyak netizen yang berpendapat itu ada hubungannya dengan "bau kematian" para pasien yang terinfeksi virus korona.

Baca Juga: Geger Ribuan Gagak Serbu Kota, Ini Deretan Mitologinya di Berbagai Negara

Mereka percaya bahwa burung gagak mempunyai semacam indra penciuman yang dapat mendeteksi bau di mana manusia tidak bisa menciumnya.

Sebagian lainnya berpendapat bahwa itu bisa saja karena burung gagak mencari makan abu mayat manusia yang keluar dari cerobong kremasi.

Beberapa netizen lain yakin bahwa hal tersebut disebabkan banyaknya serangga yang mati karena disinfektan yang disebar di banyak jalan sehingga memancing ribuan burung gagak.

Baca Juga: Kabar Ribuan Burung Gagak Terbang di Kota Wuhan? Ternyata Migrasi Parsial

Bagi netizen yang percaya pada mitologi, mereka mengaitkan hal ini dengan sebuah pertanda "kematian" yang akan semakin banyak.

Ribuan burung gagak menyerbu Kota Wuhan. (Twitter/ N95mask1)
Ribuan burung gagak menyerbu jalanan kota. (Twitter/ N95mask1)

Berdasarkan data terakhir dari JHU CSSE (kumpulan data dari WHO, CDC, dan lembaga kesehatan internasional lainnya), jumlah korban yang terinfeksi virus corona mencapai 60.349 orang. Korban meninggal telah menyentuh angka 1370 orang di mana sebagian besar (1.310 orang) merupakan korban meninggal di Provinsi Hubei, China.

Sebanyak 6.243 telah berhasil disembuhkan.

Melalui thread yang viral di Twitter, ilmuwan akhirnya angkat bicara dalam menanggapi fenomena di atas.

Profesor Kaeli Swift, seorang ilmuwan dari Corvid Research menjelaskan ribuan gagak yang menyerbu kota adalah sebuah fenomena yang normal.

Ilustrasi burung gagak. (Pixabay/ Ratnesh Kumar)
Ilustrasi burung gagak. (Pixabay/ Ratnesh Kumar)

Kaeli Swift merupakan seorang ilmuwan sekaligus dosen pengajar di School of Environmental and Forest Sciences, University of Washington.

Profesor ini adalah seorang ilmuwan di mana salah satu fokus penelitiannya adalah perilaku gagak.

Dalam akun Twitter-nya, Profesor Kaeli Swift menjelaskan bahwa serbuan burung gagak ada kaitannya dengan perilaku komunal, pencarian makan, serta perbedaan suhu antar wilayah jangkauannya.

"Sangat normal, burung gagak berkumpul untuk tidur bersama dalam sarang komunal (berkelompok dalam jumlah banyak). Karena pusat-pusat kota biasanya 1-2 derajat Celcius lebih hangat daripada hutan sekitarnya dan lebih terisolasi dari predator, mereka terkadang bertengger di kawasan bisnis. Ini adalah video dari Seattle, Amerika Serikat saat kumpulan burung gagak melakukan roosting," kata Kaeli Swift.

Aktivitas roosting merupakan sebuah aktivitas berkumpulnya burung gagak dalam jumlah antara 200 hingga puluhan ribu selama beberapa bulan, biasanya terjadi saat musim dingin.

Di China, saat ini sedang terjadi musim dingin sehingga penjelasan dari profesor ini cukup cocok.

Roosting cenderung terjadi di dekat sumber makanan besar seperti tempat sampah dan pusat perbelanjaan.

"Lebih mungkin mereka berkumpul untuk mencari makan di rumput. Gagak adalah salah satu dari sedikit spesies yang dapat menggunakan halaman industri perkotaan, terutama ketika daerah itu diserang oleh larva chaffer (sejenis kumbang). Jadi hamparan rumput besar seringkali merupakan lokasi pencarian makan bersama. Jika masuk waktu senja, maka itu terkait dengan aktivitas roosting," tambah Kaeli Swift.

Namun jawaban ilmuwan ini sepertinya tidak memuaskan netizen di China sehingga mereka memprotes bahwa kejadian di atas tidak bisa dihubungkan dengan kejadian burung gagak di AS.

"Jangan gunakan perbandingan antara AS dan China. Tidak ada perbandingan semacam itu. Biasanya gagak tidak dapat muncul di tempat-tempat umum di China karena mereka akan diusir dan dibunuh. Ini bukan fenomena normal sehingga banyak burung gagak tiba-tiba terbang dalam waktu yang bertepatan (virus corona)!" tulis salah seorang netizen asal China.

Balasan dari netizen tersebut menjadi perhatian sang ilmuwan dan ia berjanji akan segera menyelidiki lagi untuk memastikan kesimpulan utamanya.

Saat ini sang profesor masih berada di AS sehingga ia akan meminta temannya di China untuk memverifikasi ekologi burung gagak di sekitar Provinsi Hubei sehingga kesimpulannya bisa lebih akurat.

Semoga saja ilmuwan di atas dan temannya bisa memecahkan masalah utama mengenai fenomena ribuan burung gagak yang menyerbu kota karena fenomena tersebut sudah banyak memancing banyak spekulasi.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak