Ilmuwan: Trenggiling Kemungkinan Bisa Menjadi Inang Perantara Virus Corona

Trenggiling kemungkinan bisa menjadi inang perantara yang efektif bagi virus corona.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Senin, 10 Februari 2020 | 07:00 WIB
Ilustrasi Trenggiling. (Wikipedia/ Shukran888)

Ilustrasi Trenggiling. (Wikipedia/ Shukran888)

Hitekno.com - Pada beberapa minggu terakhir, virus corona menjadi isu utama dunia mengingat persebarannya telah merenggut ratusan nyawa manusia. Penelitian terbaru dari ilmuwan menyatakan bahwa trenggiling kemungkinan telah memainkan peran penting dalam wabah virus corona baru (2019-nCoV).

Pakar independen dari Inggris mengatakan bahwa penelitian itu masuk akal tetapi harus dilakukan dan dikaji lebih hati-hati lagi sampai hasil selengkapnya dipublikasikan.

Para ilmuwan dari South China Agricultural University telah menemukan bahwa strain virus corona baru yang menginfeksi trenggiling hampir 99 persen identik dengan jenis virus corona yang terdapat pada orang terinfeksi.

Baca Juga: Waspada Virus Corona, Guru di Australia Ini Ngajar Via Video Call

Media berita resmi China, Xinhua melaporkan penelitian itu menunjukkan bahwa trenggiling kemungkinan merupakan inang perantara virus corona.

Hewan tersebut bertindak sebagai perantara yang memungkinkan virus melompat dari kelelawar ke manusia.

Ilustrasi Trenggiling. (Wikipedia/ Verdam Melt)
Ilustrasi Trenggiling. (Wikipedia/ Verdam Melt)

Trenggiling merupakan hewan mamalia berselimut sisik yang dapat ditemukan di Afrika dan Asia.

Baca Juga: Lawan Sentimen Rasis Virus Corona, Pemuda China Lakukan Ini

Beberapa spesies trenggiling diklasifikasikan IUCN sebagai Critically Endangered atau Sangat Terancam Punah.

Meskipun dilindungi oleh hukum internasional, trenggiling adalah mamalia yang paling diperdagangkan dengan harga tinggi di Asia, bahkan dunia.

Menurut dari Wikipedia yang bersumber pada jurnal berjudul "Manis tricuspis tree pangolin" dari University of Michigan, trenggiling memiliki kaki yang pendek dan kuat serta cakar yang tajam.

Baca Juga: Momen Haru Perpisahan Perawat dengan Anaknya demi Perangi Virus Corona

Trenggiling banyak diburu karena dianggap sebagai daging yang lezat dan bisa digunakan untuk pengobatan tradisional di China dan Vietnam.

Trenggiling dalam posisi melindungi diri  dari predator. (Twitter/ U.S. Fish and Wildlife Service)
Trenggiling dalam posisi melindungi diri dari predator. (Twitter/ U.S. Fish and Wildlife Service)

Selama 10 tahun terakhir, sebanyak 1 juta trenggiling diperdagangkan di China dan Vietnam sehingga jumlah mereka semakin menyusut di alam liar.

Dilansir dari IFLScience, para ilmuwan yakin virus corona baru (2019-nCoV) yang berasal dari kelewar sebelum ditularkan ke manusia, kemungkinan bisa melalui spesies lain.

Baca Juga: Baru Lahir di Wuhan, Bayi Ini Langsung Positif Terinfeksi Virus Corona

Mengingat trenggiling diperdagangkan secara global melalui pasar hewan hidup dengan kebersihan buruk, itu berarti mereka dapat bertindak sebagai inang perantara yang sangat efektif.

Namun ilmuwan lain asal Inggris mewanti-wanti bahwa penelitian di atas masih belum cukup dan harus dikaji lagi.

Korban virus corona baru (2019-nCoV) per hari Minggu pukul 15.15 WIB. (JHU CSSE)
Korban virus corona baru (2019-nCoV) per hari Minggu pukul 15.15 WIB. (JHU CSSE)

"Hanya melaporkan deteksi viral RNA dengan urutan kesamaan lebih dari 99 persen tidak cukup. Mungkinkah hasil ini disebabkan oleh kontaminasi dari lingkungan yang sangat terinfeksi?" kata Profesor James Wood, kepala Departemen Kedokteran Hewan di University of Cambridge.

Jika penelitian dari ilmuwan China sudah terbukti, maka pengobatan tradisional dengan daging trenggiling untuk sementara ini bisa dihindari karena mereka bisa menjadi inang dari virus corona.

Per hari Minggu (09/02/2020) virus corona telah menginfeksi 37.565 orang di mana 813 orang lainnya telah meninggal dunia.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak