Peneliti Gunung Anak Krakatau Ini Ungkap Penyebab Tsunami di Selat Sunda

Seorang peneliti dari University of Hull, Inggris bernama Rebecca Williams bersama rekan-rekannya membuat penelitiannya.

Agung Pratnyawan | Amelia Prisilia

Posted: Rabu, 04 September 2019 | 10:00 WIB
Gunung Anak Krakatau. (BNPB via Suara)

Gunung Anak Krakatau. (BNPB via Suara)

Hitekno.com - Pada 22 Desember 2018 lalu, tsunami di Selat Sunda membuat duka bagi Indonesia. Baru-baru ini, sebuah penelitian Gunung Anak Krakatau dilakukan untuk mengungkap penyebab tsunami dahsyat tersebut.

Tsunami di Selat Sunda tahun 2018 lalu ini dianggap sebagai momen musibah yang terlepas dari pantauan pihak penanggulangan bencana.

Pasalnya, tanpa ada gempa besar yang bisa menjadi pendeteksi, tsunami besar menghantam beberapa wilayah pesisir seperti Banten dan Lampung.

Belakangan baru diketahui bahwa penyebab tsunami di Selat Sunda tahun 2018 ini adalah runtuhnya lereng Gunung Anak Krakatau.

Selang beberapa bulan, seorang peneliti dari University of Hull, Inggris bernama Rebecca Williams bersama rekan-rekannya membuat penelitiannya.

Dilansir dari Science Daily, penelitian ini dilakukan dengan menganalisa runtuhnya gunung berapi setinggi 230 meter tersebut.

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui penyebab tsunami di Selat Sunda.

Citra satelit Gunung Anak Krakatau. (Rebecca Williams)
Citra satelit Gunung Anak Krakatau. (Rebecca Williams)

Dengan menggunakan metode penginderaan jauh atau citra satelit, proses runtuhnya lereng Gunung Anak Krakatau ini dapat dilihat secara detail untuk kemudian diteliti.

Hasilnya, Rebecca Williams dan tim berhasil menemukan bahwa bencana tsunami di Selat Sunda tahun 2018 ini terjadi karena runtuhan yang berkapasitas kecil. Diketahui sebelum runtuh, terjadi letusan di Gunung Anak Krakatau.

Sebelum akhirnya runtuh dan menyebabkan tsunami di Selat Sunda tahun 2018 lalu, Gunung Anak Krakatau rupanya dalam keadaan erupsi yang normal.

Baca Juga: Trump Diduga Tanpa Sengaja Bocorkan Data Satelit Mata-Mata AS

Walaupun bersifat normal, saat lereng Gunung Anak Krakatau ini runtuh, letusan gunung yang dihasilkan menjadi eksplosif.

Ilustrasi gunung meletus. (pixabay/tiburi)
Ilustrasi gunung meletus. (pixabay/tiburi)

Diduga kuat jika runtuhnya lereng ini membuat air laut masuk ke dalam sistem Gunung Anak Krakatau dan membuat letusan-letusan berubah menjadi tipe freatomagmatik yang merupakan jenis letusan yang eksplosif.

Letusan dengan sifat eksplosif ini lalu menghancurkan puncak Gunung Anak Krakatau dan meruntuhkannya.

Kesimpulan penelitian ini lalu menjelaskan bahwa tsunami di Selat Sunda tahun 2018 terjadi akibat runtuhan kecil yang memicu rentetan letusan yang lebih besar hingga menimbulkan tsunami.

Sebelumnya, pada Desember 2018 lalu, terjadi tsunami di Selat Sunda yang mengakibatkan kurang dari 430 nyawa melayang.

Berita Terkait Berita Terkini

Ahli kimia memaparkan bahayanya menggunakan gas air mata yang sudah kedaluwarsa....

sains | 11:17 WIB

Sejumlah fakta tentang paus orca atau paus pembunuh....

sains | 17:31 WIB

Jika kalian melihat 9 makhluk di atas untuk segera menjauh dan segera keluar dari air untuk menyelamatkan diri dari sera...

sains | 15:06 WIB

Venus dan Jupiter akan terlihat saling berdekatan pada 12 Agustus 2025....

sains | 12:23 WIB

Eksoplanet masif ditemukan mengorbit berlawanan arah dalam sistem bintang ganda, menantang model pembentukan planet dan ...

sains | 09:00 WIB