Miliaran Pohon dapat Menghentikan Perubahan Iklim, Ini Langkah Awalnya

Melalui peta ini kita bisa mengetahui di mana miliaran pohon harus kita tanam untuk memerangi perubahan iklim.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Rabu, 10 Juli 2019 | 15:15 WIB
Ilustrasi hutan. (Pixabay/ Johannes Plenio)

Ilustrasi hutan. (Pixabay/ Johannes Plenio)

Hitekno.com - Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa manusia perlu melakukan reboisasi besar-besaran untuk menghentikan perubahan iklim. Tak tanggung-tanggung, peneliti menjelaskan bahwa miliaran pohon harus kita tanam untuk mencegah bencana global yang disebabkan perubahan iklim.

Namun terdapat sebuah pertanyaan besar menghadapi kesimpulan penelitian di atas, yaitu dimana kita meletakkan miliaran pohon tersebut?

Untungnya, sekelompok ilmuwan berhasil menyusun sebuah langkah awal yang memperlihatkan peta global di mana miliaran pohon harus kita tanam.

Baca Juga: Bikin Takjub, Ilmuwan Temukan Pohon Berusia 2.624 Tahun

Peneliti yang tergabung dalam Crowther Lab di ETH Zurich University, mendirikan situs crowtherlab.com sehingga penduduk global dapat mengetahui di mana saja daerah di seluruh dunia yang butuh reboisasi besar-besaran.

Situs masih dalam pengembangan awal, nantinya, situs tersebut dapat mempunyai fungsi beragam lagi termasuk pohon-pohon jenis apa yang cocok untuk ditanam di suatu wilayah.

Ilustrasi peta global untuk peluang restorasi hutan. (Crowther Lab)
Ilustrasi peta global untuk peluang restorasi hutan. (Crowther Lab)

Saat ini, kita bisa melihat beberapa daerah yang berpotensi untuk dilakukan restorasi hutan besar-besaran.

Baca Juga: Dampak Perubahan Iklim, Ratusan Ribu Virus Baru di Laut Ditemukan

Jika kita melihat di situs, warna hijau menandakan bahwa wilayah tersebut sangat cocok untuk direstorasi, sementara warna putih dan cokelat menggambarkan bahwa wilayah tersebut memiliki kemungkinan kecil untuk direboisasi.

Sebuah laporan iklim PBB tahun 2018 menyatakan bahwa dunia membutuhkan satu miliar hektar hutan sebagai sarana untuk menghisap karbon.

Hal itu harus dilakukan agar sasaran kritis tetap di bawah kenaikan suhu global 1,5 derajat Celcius.

Baca Juga: Sedih Banget, Mamalia Imut Ini Resmi Punah pada 2019 karena Perubahan Iklim

Penelitian mengidentifikasi 1,7 miliar hektar lahan yang layak untuk dikembalikan ke hutan.

Peta ini menunjukkan wilayah yang potensial untuk dilakukan restorasi hutan, warna hijau untuk wilayah berpotensi, sementara warna putih atau cokelat berpeluang nol untuk restorasi. (Crowther Lab)
Peta ini menunjukkan wilayah yang potensial untuk dilakukan restorasi hutan, warna hijau untuk wilayah berpotensi, sementara warna putih atau cokelat berpeluang nol untuk restorasi. (Crowther Lab)

Sebanyak 0,9 miliar hektar di antaranya akan ditumbuhi pohon-pohon, suatu wilayah yang lebih besar dari total wilayah Amerika Serikat dan China.

Dikutip dari Fast Company, biaya yang dibutuhkan juga sangat mahal, mencapai ratusan miliar dolar AS atau ribuan triliun rupiah.

Baca Juga: Pohon Purba Berusia 3.000 Tahun Dikloning Ilmuwan, Ini Penampakannya

Meski masih banyak manusia yang serakah dengan menghancurkan hutan sehingga lahan makin terkikis, tak sedikit pula manusia baik yang berusaha memulihkannya di berbagai negara.

Di Afrika, sekelompok negara telah berjanji memulihkan 100 juta hektar hutan.

Peta persentase tersebarnya pohon. (Crowther Lab/ UTH Zurich University)
Peta persentase tersebarnya pohon. (Crowther Lab/ UTH Zurich University)

Daerah seperti Amerika Latin berencana memulihkan 20 juta hektar lagi.

China telah mengerahkan ribuan tentara untuk menanam pohon-pohon yang mencakup wilayah seukuran Irlandia.

Meski begitu, masih terdapat kekurangan ratusan juta hektar lahan lagi agar kita bisa sepenuhnya memerangi perubahan iklim.

Situs dari Crowther Lab tersebut diharapkan akan menjadi langkah awal kita untuk menanam miliaran pohon sehingga efek perubahan iklim bisa ditekan.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak