Kecoa Mulai Berevolusi, Kemampuan Mereka "Tak Terbendung" di Masa Depan

Salah satu spesies kecoak diketahui mulai berevolusi dan kebal dengan insektisida.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Minggu, 30 Juni 2019 | 18:00 WIB
Ilustrasi kecoak. (Pixabay/ Denis Doukhan)

Ilustrasi kecoak. (Pixabay/ Denis Doukhan)

Hitekno.com - Jika kita menemui kecoak di rumah, hal yang paling praktis adalah memandikan tubuhnya dengan semprotan anti nyamuk dan serangga yang dijual bebas di pasaran. Hal tersebut dikhawatirkan susah terjadi di masa depan mengingat peneliti menemukan bahwa kecoak sudah mulai berevolusi.

Setidaknya salah satu spesies yang disebut kecoak Jerman (Blattella germanica) diketahui telah mengembangkan kekebalan tubuhnya dengan insektisida.

Kecoak Jerman memiliki morfologi yang mirip dengan kecoak Asia, bedanya, mereka tak bisa terbang dan tidak tertarik dengan cahaya.

Baca Juga: Berdasarkan Penelitian, Ini Deretan Hewan yang Paling Ditakuti Manusia

Dalam sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal Scientific Reports pada Mei 2019, ilmuwan menemukan bahwa hewan menjijikkan nan mengkilap itu semakin kebal terhadap hampir setiap jenis insektisida kimia.

Tidak semua insektisida diciptakan sama, beberapa menurunkan sistem saraf sedangkan yang lain menyerang kerangka luar serangga.

Ilustrasi kecoak Jerman. (Wikipedia/ Lmbuga)
Ilustrasi kecoak Jerman. (Wikipedia/ Lmbuga)

Insektisida juga harus ditinggalkan atau ditunggu untuk waktu yang bervariasi agar efeknya bekerja.

Baca Juga: Berbentuk Seperti Monster, Hewan Aneh Ini Tahan Terhadap Kanker

Banyak serangga termasuk kecoak, telah berevolusi tahan terhadap (setidaknya) salah satu insektisida yang paling umum digunakan oleh manusia.

Kecoak diketahui hidup selama sekitar 100 hari sehingga resistensi dapat berkembang dengan cepat.

Gen kecoak yang paling resisten dapat diteruskan ke generasi selanjutnya sehingga keturunannya makin kebal dengan insektisida.

Baca Juga: Lima Hewan Aneh yang Benar-benar Hidup di Bumi, Kamu Nggak akan Nyangka

Para peneliti menguji dan mengamati tiga koloni kecoak selama 6 bulan.

Ilustrasi kecoak Jerman. (Pixabay/ Brett Hondow)
Ilustrasi kecoak Jerman. (Pixabay/ Brett Hondow)

Populasi diuji pada tingkat resistensi mereka terhadap tiga insektisida yang berbeda: abamektin, asam borat, dan thiamethoxam.

Satu percobaan menggunakan ketiga pestisida satu demi satu, selama 3 bulan sebelum mengulanginya dengan siklus yang sama.

Baca Juga: Serem Banget, Hewan Berkaki 14 Ini Bisa Memangsa Buaya dengan Kejam

Dalam percobaan lain, para peneliti menggunakan campuran insektisida selama 6 bulan penuh.

Skenario percobaan terakhir, mereka menggunakan hanya satu bahan kimia yang populasi resapannya memiliki resistensi yang rendah.

Dikutip dari Science Mag, peneliti menemukan bahwa selama percobaan itu, ukuran sebagian besar populasi kecoak tidak menurun seiring berjalannya waktu.

Ketika para peneliti menggunakan beberapa insektisida sekaligus (praktik standar para pembasmi serangga), penelitian bahkan menunjukkan kecoak cepat mengembangkan resistensi terhadap ketiga bahan itu.

Kecoak Jerman betina yang sedang menyimpan banyak telur di tubuhnya. (Wikipedia/ PHIL)
Kecoak Jerman betina yang sedang menyimpan banyak telur di tubuhnya. (Wikipedia/ PHIL)

Untungnya, salah satu zat paling kuat, abamektin, cukup efektif dalam membasmi sebagian koloni yang mempunyai resistensi paling rendah.

Apabila penemuan evolusi kekebalan tersebut terus berlanjut, di masa depan kita tak bisa mengobati hama kecoak dengan insektisida saja.

Dalam kemungkinan terburuk, peneliti menyarankan bahwa suatu saat nanti kita harus mempraktikkan "manajemen hama terpadu" untuk membasmi hewan menjijikan itu..

Praktik tersebut termasuk pengaturan perangkap, membersihkan puing-puing atau sarang kecoak, dan menggunakan penyedot debu kecil untuk membunuh kecoak.

Semoga saja kemampuan berevolusi terkait kekebalan tubuh hanya terjadi pada spesies kecoak Jerman, apabila menular ke kerabat kecoak yang lain, maka para kecoak makin tak terbendung di masa depan.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak