Jika Perubahan Iklim adalah Perang, Kita Sudah Kalah Menghadapinya

Memerangi perubahan iklim adalah kewajiban kita dalam menyelamtkan generasi selanjutnya.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Senin, 22 April 2019 | 20:15 WIB
Ilustrasi perubahan iklim. (Pixabay/ Tumisu )

Ilustrasi perubahan iklim. (Pixabay/ Tumisu )

Hitekno.com - Selama berpuluh-puluh tahun, ilmuwan dengan penelitian ilmiahnya memperingatkan bahwa perubahan iklim bisa menjadi ancaman global.

Memperingati Hari Bumi yang jatuh pada hari ini (22/04/2019), banyak aktivis dan juga ilmuwan yang semakin aktif memperingatkan penduduk global.

Pada kenyataannya, jika perubahan iklim adalah sebuah perang, kita harus totalitas dalam menghadapinya.

Baca Juga: Penelitian Genetik Ungkap Siapa Pembuat Stonehenge Sebenarnya

Bagaimana tidak, nyawa jutaan penduduk global akan menjadi taruhannya dalam beberapa dekade berikutnya.

Meski sudah banyak pertemuan membahas perubahan iklim, masih sedikit aksi gabungan seluruh negara dalam menjalankan aksinya secara nyata.

Mereka masih disibukkan dengan urusannya masing-masing, sehingga perubahan iklim bukanlan isu utama yang menjadi prioritas.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan dari Mana Mimpi Buruk Berasal, Ini Hasil Penelitiannya

Hari Bumi yang diperingati oleh netizen dan warga dunia. (Twitter/ fadila77366413)
Hari Bumi yang diperingati oleh netizen dan warga dunia. (Twitter/ fadila77366413)

Tahun 2018, para pakar ilmu iklim di dunia, Intergovernmental Panel on Climate Change, merilis sebuah laporan terbaru.

Laporan penelitian itu berisi tenggat waktu yang dibutuhkan manusia untuk menghadapi perubahan iklim berdasarkan matematika dan sains.

Para peneliti mengatakan bahwa polusi karbon global harus dikurangi setengahnya pada tahun 2020.

Baca Juga: Kontroversial, Penelitian Ini Mengungkapkan Ada Jamur dan Mikroba di Mars

Dan harus ditekan menjadi nol di tahun 2050 untuk menghindari konsekuensi buruk.

Konsekuensi yang disebutkan ilmuwan termasuk kota pinggir pantai yang tenggelam, badai semakin memburuk, dan kematian global terumbu karang.

Ilustrasi perubahan iklim di Kutub Utara. (Pixabay)
Ilustrasi perubahan iklim di Kutub Utara. (Pixabay/ Myriams)

Seberapa jauh kita berkomitmen memerangi perubahan iklim? Jawabannya adalah kita masih belum benar-benar memulainya.

Baca Juga: Penelitian Ini Jelaskan Penampakan Hantu Secara Ilmiah

Dikutip dari CNN, emisi global dari bahan bakar fosil naik pada tahun 2018 menjadi sekitar 37 gigaton.

Jika polusi global harus dikurangi 50 persen dalam waktu 11 tahun, kita perlu pergerakan masif secara global, melibatkan puluhan negara.

Itu membutuhkan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan, seperti angin, sinar Matahari, atau mungkin nuklir.

Kini, mobil listrik di beberapa negara maju harganya sudah mulai terjangkau. Namun itu sama saja ketika puluhan negara lain masih menggunakan bahan bakar fosil untuk industrinya.

Ilustrasi geombang panas karena perubahan iklim. (Pixabay/ Gerhard Gellinger)
Ilustrasi gelombang panas karena perubahan iklim. (Pixabay/ Gerhard Gellinger)

Jika kita masih ingat gelombang udara panas di Eropa pada tahun 2003, kita tak boleh menganggap remeh perubahan iklim.

Menurut penelitian yang diterbitkan di jurnal Comptes Rendus Biologies, badai gelombang panas Eropa diperkirakan menyebabkan 70 ribu orang meninggal dunia.

Badai topan di dekat samudra Pasifik dan samudra Hindia diketahui juga meningkat intensitasnya.

Penelitian dari George Washington University menyebutkan bahwa badai dari tahun 2016 di beberapa negara bagian AS telah menewaskan lebih dari 2900 orang.

Badai Harvey di Texas, Badai Maria di Puerto Rico, dan beberapa banjir besar lainnya terbukti secara ilmiah disebabkan perubahan iklim.

Kerry Emanuel, ilmuwan iklim MIT menjelaskan bahwa tidak ada bencana yang ''alami'' sekarang.

Ilustrasi kebakaran hutan meningkat karena perubahan iklim. (Pixabay/ geralt)
Ilustrasi kebakaran hutan meningkat karena perubahan iklim. (Pixabay/ geralt)

Sebagian besar bencana terpengaruh perubahan iklim, yang diketahui penyebabnya adalah ulah manusia dalam memanaskan atmosfer.

''Cuaca sekarang terbentuk dari pengaruh perubahan iklim. Badai semakin intensif, kebakaran hutan tumbuh lebih besar dan lebih mengancam, dan curah hujan lebih tinggi. Terumbu karang juga berjuang untuk bertahan hidup. Tak ada bencana yang 'alami' sekarang,'' kata Emanuel.

Jika kita tidak bertindak cepat secara global, generasi penerus kita akan menderita lebih besar dibandingkan kita.

Apabila benar-benar terjadi, maka kita sudah kalah dalam memerangi perubahan iklim.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak