Menurut Ilmuwan NASA, Gempa Palu Masuk Kategori Bencana Langka

Gempa Palu ternyata memiliki karakter berbedan dengan gempa pada umumnya.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Rabu, 06 Februari 2019 | 15:00 WIB
Ilustrasi gempa Palu. (Twitter/ BMKG)

Ilustrasi gempa Palu. (Twitter/ BMKG)

Hitekno.com - Gempa Palu yang terjadi di akhir September 2018 menelan korban ribuan jiwa dan puluhan ribu lainnya mengungsi. Ilmuwan NASA melakukan penelitian kembali mengapa gempa ini memiliki efek yang dahsyat sehingga menimbulkan banyak korban.

Ternyata, para ilmuwan NASA mengategorikan gempa Palu sebagai kejadian langka yang tidak seperti gempa pada umumnya.

Gempa yang terjadi pada Jumat, 28 September 2018, jam 17.02 WIB di lokasi 0.18 LS dan 119.85 BT (26 kilometer dari Utara Donggala Sulawesi Tengah) merupakan gempa dangkal dengan kedalaman 10 kilometer.

Baca Juga: Gempa 8,5 SR Bisa Guncang Himalaya, Ini Peringatan Ilmuwan

Ilmuwan NASA mengategorikan gempa ini sebagai Supershear Earthquake atau Gempa Supershear dengan pergerakan sangat cepat dan langka.

Kurang dari 15 gempa Bumi yang bergerak sangat cepat dan kuat selama sejarah penelitian ilmuwan.

Penelitian ini berjudul "Early and Persistent Supershear Rupture of the 2018 Magnitude 7.5 Palu Earthquake" dan telah dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience.

Baca Juga: Pesan Dari Laut, Ikan Ini Dianggap Sebagai Pertanda Gempa Bumi

Gempa Palu. (Suara.com/Muhammad Yasir)
Gempa Palu. (Suara.com/Muhammad Yasir)

Gempa supershear adalah gempa bumi di mana penyebaran gelombang pecah di sepanjang permukaan patahan. Itu terjadi pada kecepatan yang melebih kecepatan gelombang geser seismik (gelombang-S).

Gempa supershear menyebabkan efek analog dengan ledakan sonik.

Peneliti yang tergabung di UCLA tepatnya pada Laboratorium Jet Propulsion NASA di Pasadena, California dan lembaga-lembaga lain menganalisis gempa Palu melalui satelit.

Baca Juga: Penjelasan Sederhana Gempa Bumi, Jadi Makin Ngerti

Dikutip dari situs resmi NASA, para peneliti menghitung bahwa gempa itu pecah dengan kecepatan stabil 14.750 kilometer per jam (kpj).

Guncangan primer tersebut berlanjut selama hampir satu menit.

Gempa bumi biasanya terjadi sekitar 9.000 hingga 10.800 kpj, sehingga gempa Palu terhitung sangat cepat.

Baca Juga: Gerakan Sesar Mendatar, Ini Penyebab Gempa Besar Secara Ilmiah

Gempa Palu. (Suara.com/Muhammad Yasir)
Gempa Palu. (Suara.com/Muhammad Yasir)

Saat memproses gambar satelit, para peneliti menemukan bahwa kedua sisi sesar sepanjang 150 kilometer tergelincir sekitar 5 meter.

Dalam ukuran sesar, pergeseran sepanjang 5 meter merupakan angka yang sangat besar.

''Guncangan hebat yang dihasilkan mirip dengan ledakan sonik, ledakan yang biasanya terkait dengan jet supersonik,'' kata Lingsen Meng, seorang profesor di UCLA dan rekan penulis penelitian.

Dalam gempa supershear, pecahan yang bergerak cepat menyalip gelombang geser yang lebih lambat yang merambat di depannya.

Proses tersebut dapat mendorong keduanya secara bersamaan menjadi gelombang yang lebih besar dan lebih kuat.

Grafik gelombang gempa Palu yang makin meninggi saat terjadi. (UCLA)
Grafik gelombang gempa Palu yang makin meninggi saat terjadi. (UCLA)

Gempa supershear sebelumnya yang dipelajari ilmuwan terjadi pada sesar yang sangat lurus. Namun citra satelit menunjukkan bahwa sesar Palu memiliki setidaknya dua lengkungan besar.

Retakan yang terjadi mempertahankan kecepatan stabil di sekitar lengkungan tersebut.

Penelitian ini juga bertujuan untuk membantu insinyur gempa merancang bangunan dan infrastruktur lainnya sehingga lebih tahan gempa di masa depan.

Gempa Palu yang memiliki gerakan super cepat dan langka ini ternyata memiliki karakter yang tidak pernah diduga oleh peneliti sebelumnya.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak