Potret Gibran Rakabuming. [Instagram]
Hitekno.com - Sebuah video yang merekam momen Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menjalani prosesi adat di Ternate, Maluku Utara viral dan memicu 'perang persepsi' yang sengit di media sosial.
Video viral Gibran ditandu dan menjalani ritual basuh kaki, yang sejatinya merupakan bagian dari penghormatan adat tertinggi, justru menjadi bahan perdebatan panas antara dua kubu netizen dengan interpretasi yang saling bertolak belakang.
Video viral tersebut, awalnya diunggah oleh akun TikTok @pakwapresgibran, dengan cepat menyebar dan menjadi viral setelah diunggah ulang di platform X (dulu Twitter).
Di TikTok, video dengan keterangan "Wapres Gibran mengikuti prosesi pembasuhan kaki. Dibersihkan dulu ya Mas Wapres kakinya," menuai respons positif. Namun, di platform X, narasi berbalik 180 derajat.
Konteks Budaya di Balik Kontroversi
Banyak dari kritik yang muncul tampaknya mengabaikan konteks budaya dari prosesi tersebut. Peristiwa ini terjadi saat Gibran menerima gelar kehormatan adat "Kaicil Kastela" atau "Pangeran Kastela" dari Kesultanan Ternate pada Kamis (16/10/2025).
Menurut keterangan resmi, serangkaian ritual tersebut adalah bagian dari upacara penyambutan tamu agung. Prosesi diawali dengan Tarian Soya-Soya (tarian kepahlawanan), diikuti ritual Joko Kaha atau "injak tanah" sebagai simbol penerimaan resmi oleh masyarakat Kesultanan. Prosesi basuh kaki dan ditandu merupakan puncak dari penghormatan tersebut.
Perang Komentar di Dunia Maya
Meskipun memiliki latar belakang budaya yang kuat, di media sosial, video tersebut justru menjadi amunisi bagi perdebatan politik. Netizen yang kontra melihatnya sebagai simbol feodalisme yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.
"Sayang bukan gue yang tandu. Itu bakal gue angkat terus gue ceburin ke kali," tulis akun @Ri**ge*il.
Baca Juga: 'Hari Patah Hati Nasional' Tranding di X, Rumah Tangga Raisa dan Hamish Daud Kini di Ujung Tanduk?
"Kek raja aja lu mau ditandu sebejibun orang. Emang kedua kakinya nggak fungsi? Dari sini gue makin tahu kalo dia bukan pemimpin yang baik," kritik akun @pist**hi**fav.
"Harusnya gelar pangeran nggak dikasih ke sembarang orang karena kesakralannya bisa hilang. Masak baru jabat bentar dianggap berjasa," cuit @m**hu*98.
Di sisi lain, para pendukung Gibran melihat kritik tersebut sebagai bentuk kebencian dan iri hati. Mereka membela prosesi itu sebagai penghormatan yang layak diterima oleh seorang wakil presiden.
"Para pembenci lagi sesak nafas lihat Mas Wapres di di sanjung seperti raja," balas akun @MJ**r*83.
"Anies dan ternaknya pasti iri dan julid lihat Mas Gibran dapat gelar pangeran," ungkap @ard**pr**ama.
Insiden viral ini menjadi cerminan nyata dari polarisasi politik di Indonesia, di mana sebuah peristiwa budaya dapat dengan mudah ditarik ke dalam pusaran interpretasi politik yang saling berlawanan, tergantung pada platform media sosial dan preferensi audiensnya.