Misteri Gunung Samalas, Erupsi yang Mengubah Dunia pada Abad Pertengahan

Gunung Samalas menambah daftar gunung berapi di Indonesia yang letusannya berdampak signifikan ke benua lain.

Agung Pratnyawan
Senin, 05 Juli 2021 | 06:30 WIB
Ilustrasi naik gunung. (Pixabay)

Ilustrasi naik gunung. (Pixabay)

Hitekno.com - Misteri Gunung Samalas, erupsi di Indonesia yang pernah mengubah dunia pada abad pertengahaan. Bahkan dampaknya dilaporkan sampai ke Eropa Barat.

Pada abad ke-13, Eropa Barat sempat mengalami apa yang disebut sebagai tahun tahun yang gelap atau tahun yang berkabut.

Para ilmuwan menduga bahwa periode gelap tersebut ada kaitannya dengan letusan gunung api yang menghasilkan aerosol sulfat, yang dapat menyebabkan perubahan iklim, kerusakan ozon, dan mengganggu keseimbangan radiasi atmosfer.

Baca Juga: CCTV Pengawas Gunung Tak Segaja Rekam Aktivitas Sepasang Kekasih 'Beginian'

Tidak ada yang tahu sumber letusan dari mana hingga pada 2013, ahli gunung berapi dari Prancis Franck Lavigne dan tim akhirnya mengungkap bahwa letusan berasal dari Gunung Samalas yang ada di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mereka tahu itu setelah mencocokkan sisa kandungan geokimia material vulkanis yang ditemukan dengan kandungan yang ada di Lombok.

Ini artinya Gunung Samalas menambah daftar gunung berapi di Indonesia yang letusannya berdampak signifikan ke benua lain, setelah Gunung Tambora, Gunung Krakatau, dan Gunung Agung.

Gunung Samalas dan efek global

Baca Juga: Pakai Drone, YouTuber Rekam Letusan Gunung Api Ini

Sejak Lavigne menemukan bahwa Samalas meletus pada 1257, maka Samalas dianggap menjadi penyebab timbulnya krisis global yang terjadi ketika itu, khususnya di Eropa Barat.

Dampak global letusan Samalas 1257 mulai terasa pada 1258 hingga 1259 di Eropa Barat. Krisis yang terjadi antara lain berupa gagal panen, kelaparan, hujan hampir sepanjang tahun, dan gangguan cuaca lainnya.

Dalam temuannya, peneliti pohon dari Swiss Sébastien Guillet menambahkan bahwa sebelumnya Inggris telah mengalami banyak gagal panen, namun adanya gangguan iklim akibat letusan Samalas memperburuk kondisi gagal panen dan kelaparan sehingga menelan korban jiwa.

Baca Juga: Salju di Pegunungan Alpen Berubah Berubawah Warna Merah, Kenapa?

Ahli sejarah abad pertengahan dari Inggris Bruce M.S. Campbell menambahkan bahwa kemungkinan krisis gagal panen di Inggris tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya ketegangan politik.

Temuan terbaru mengemukakan bahwa penuruan suhu permukaan bumi akibat selubung sulfat di stratosfer dari letusan Samalas memiliki hubungan dengan munculnya pandemi global pada era tersebut yang dikenal dengan Black Death (Maut Hitam) yang merenggut puluhan juta nyawa pada Abad Pertengahan.

Perubahan iklim yang ditandai dengan adanya penurunan suhu global selama 3-4 tahun setelah letusan Samalas diduga menjadi salah satu pemicu merebaknya bakteri penyebab terjadinya Maut Hitam tersebut.

Baca Juga: Heboh Cahaya Misterius di Gunung Merapi, BPPTKG Buka Video Rekaman CCTV

Gunung Samalas dan efek lokal

Letusan Samalas pada 1257, menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah lokal Pulau Lombok karena mengungkap fakta sejarah yang hilang sebelum abad ke-13.

Sebelumnya, masyarakat Lombok tidak pernah tahu Samalas. Orang hanya tahu Gunung Rinjani, yang merupakan gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia.

Namun rekonstruksi topografi yang dilakukan oleh Lavigne dan timnya membuktikan bahwa Samalas memang benar ada dan berdampingan dengan Rinjani seperti layaknya Gunung Merapi di Yogyakarta yang berdampingan dengan Gunung Merbabu, di Jawa Tengah atau Gunung Sumbing yang dekat dengan Gunung Sindoro di Jawa Tengah.

Letusan Samalas dipercaya mengubur kota Pamatan, yang dianggap sebagai pusat peradaban saat itu. Hingga saat ini peneliti belum menemukan dokumen atau artefak otentik peninggalan Pamatan atau yang lebih tua karena kemungkinan terkubur oleh letusan Samalas.

Hal ini menjelaskan mengapa ahli sejarah hingga sekarang belum menemukan jejak sejarah Lombok sebelum abad ke-13 secara utuh. Periode kekosongan ini disebabkan juga karena banyak orang mengungsi atau eksodus dari Pulau Lombok setelah letusan itu terjadi.

Adanya letusan Gunung Samalas setidaknya telah mengubah banyak hal di Lombok. Salah satunya adalah bentang alam yang berevolusi karena pernah terkubur oleh material vulkanik setebal 5 hingga 30 meter.

Perkembangan kota-kota yang ada di Lombok juga sangat dipengaruhi oleh endapan vulkanik tersebut. Sampai sekarang, wilayah utara yang diduga sebagai lokasi terdampak parah oleh Gunung Samalas tergolong wilayah yang sepi penduduk karena memiliki karakteristik lahan kering yang kurang bagus untuk pertanian akibat tebalnya material abu dan batu apung.

Gunung Samalas dan efek kupu-kupu

Setelah berbagai temuan dan dugaan terkait Samalas terbongkar, banyak teka-teki sejarah yang akhirnya terungkap, baik skala lokal maupun global.

Dari berbagai fakta sejarah yang terungkap tersebut, dapat disimpulkan bahwa letusan Samalas mampu menimbulkan efek kupu-kupu (butterfly effect), pada Abad Pertengahan maupun dunia.

Teori butterfly effect mempercayai bahwa sebuah fenomena yang kecil di suatu tempat mampu membawa dampak yang signifikan di belahan dunia yang lain. Efek kupu-kupu tersebut menyangkut kondisi sosial, politik, kesehatan, iklim, dan bentang alam.

Dalam kasus Samalas, kita bisa melihat bagaimana letusan yang terjadi mengakibatkan bencana hingga ke benua Eropa. Tidak hanya Eropa, belahan bumi lain juga mungkin mengalami hal serupa. Namun belum ada penelitian yang membuktikannya.

Artikel mengenai misteri Gunung Samalas ini sebelumnya tayang di The Conversation. (Suara.com/ Liberty Jemadu).

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak