Amonium Nitrat Diduga Jadi Penyebab Ledakan di Lebanon, Berikut Faktanya

Senyawa ini bersifat asam karena berasal dari basa lemah (NH3) dan asam kuat (HNO3).

Dinar Surya Oktarini
Rabu, 05 Agustus 2020 | 10:30 WIB
Netizen serukan PrayForLebanon setelah ledakan besar terjdadi di Lebanon. (Twitter/ HarshithThadis6)

Netizen serukan PrayForLebanon setelah ledakan besar terjdadi di Lebanon. (Twitter/ HarshithThadis6)

Hitekno.com - Pada Selasa (4/8/2020) ledakan besar tejadi di Beirut, Lebanon dikaitkan dengan adanya bahan peledak yang disimpan di gudang selama bertahun-tahun. 

Bahan peledak tersebut merupakan amonium nitrat yang populer untuk bahan peledak dan pupuk. 

Amonium nitrat merupakan garam ionik yang terdiri dari kation amonium (NH4) dan anion nitrat (NO3) sehingga menjadi formula senyawa amonium nitrat (NH4NO3).

Baca Juga: Terpopuler: Ledakan di Lebanon dan Belanja Online Mystery Box

Bahan kimia ini mudah larut dalam air dengan mendisosiasi menjadi ion-ion penyusunnya. Senyawa ini bersifat asam karena berasal dari basa lemah (NH3) dan asam kuat (HNO3).

Reaksi ini sangat eksotermik, sebuah proses yang melepaskan energi panas seperti percikan api atau ledakan, energi listrik, dan bisa juga energi suara.

Karena dikenal dengan kekuatan oksidasinya, bahan ini banyak digunakan dalam bahan peledak yang digunakan di sektor pertambangan dan konstruksi.

Baca Juga: Diduga Amonium Nitrat Jadi Pemicu Ledakan Beirut

NH4NO3 juga merupakan salah satu komponen utama ANFO, salah satu pilihan bahan peledak industri paling populer. Ini umumnya terdiri dari 94 persen porous prilled ammonium nitrate (AN), yang bertindak sebagai agen pengoksidasi dan penyerap untuk bahan bakar, dan 6 persen nomor 2 bahan bakar minyak (FO).

Penggunaan ANFO banyak ditemukan dalam penambangan batu bara, penggalian, penambangan logam, dan konstruksi sipil karena kemudahan penggunaannya dapat melebihi manfaat bahan peledak lainnya.

Ilustrasi Amonium Nitrat. [Shutterstock]
Ilustrasi Amonium Nitrat. [Shutterstock]

Sebagaimana melansir laman Byjus, Rabu (5/8/2020), kepadatan amonium nitrat mencapai 1,725 gram per sentimeter kubik dengan titik lebur 169 derajat Celsius dan titik didih yang mampu membuatnya terurai pada 210 derajat Celcius.

Baca Juga: Ledakan di Lebanon Disebut Ciptakan Awan Jamur, Apakah dari Nuklir?

Ketika meledak, senyawa ini menghasilkan N2, O2, dan air sebagai produk sampingan.

Meskipun merupakan komponen dari bahan peledak, amonium nitrat bukanlah bahan peledak dengan sendirinya. Bahan itu harus dicampur dengan bahan peledak primer seperti azida untuk membentuk campuran bahan peledak.

Selain sebagai bahan peledak, penggunaan amonium nitrat juga bisa diaplikasikan sebagai komponen kunci dari banyak pupuk karena terdiri dari 34 persen nitrogen.

Baca Juga: Pulihkan Data, Garmin Bayar Tebusan Jutaan Dolar dari Serangan Cyber

Keuntungan lain dari senyawa ini adalah tidak kehilangan nitrogen ke atmosfer, seperti halnya urea. Pembubaran senyawa ini dalam air pun cukup endotermik, menjadikannya pilihan bahan yang ideal dalam kemasan dingin instan.

Ilustrasi Amonium Nitrat. [Shutterstock]
Ilustrasi Amonium Nitrat. [Shutterstock]

Pada penggunaan pupuk, amonium nitrat adalah aplikasi senyawa paling umum dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman untuk kebun dan ladang berskala besar. Senyawa ini menyediakan sumber nitrogen siap pakai yang dapat dimanfaatkan tanaman.

Namun berbeda jika terkena api, bahan ini sangat mudah meledak dan dapat melepaskan sejumlah gas beracun, termasuk nitrogen oksida dan gas amonia.

Meskipun dapat dimanfaatkan untuk banyak hal, penggunaan senyawa ini perlahan-lahan dihapus oleh pemerintah di banyak negara karena ruang lingkupnya untuk penyalahgunaan.

Sebelumnya, amonium nitrat pernah digunakan untuk bahan peledak dalam pemboman di Delhi pada 2011 dan ledakan di Hyderabad, India pada 2013 lalu. (Suara.com/Lintang Siltya Utami)

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak