Hakim MK Arsul Sani. [Dok.Istimewa]
Hitekno.com - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia Arsul Sani baru-baru ini menjadi bahan perbincangan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Romo Stefanus Hendrianto. Ia diduga mengantongi ijazah palsu dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, Polandia, setelah meraih gelar Doktor Ilmu Hukum pada 2023.
Dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Refly Harun pada 14 Oktober 2025, Romo Stefanus Hendrianto menyinggung perihal Hakim MK Arsul Sani yang menyebut tentang kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam permohonan uji materi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang meminta agar ijazah pejabat dan mantan pejabat bisa diakses publik.
Menurut Romo Stefanus, polemik ijazah palsu tersebut muncul karena tatanan konstitusi yang bermasalah.
"Karena masalah ijazah ini semua kan muncul hanya karena tatanan konstitusi juga yang sebenarnya bermasalah dalam banyak hal. Dalam undang-undang dasar yang dirubah itu, di antaranya persyaratan wakil presiden, persyaratan presiden segala macam," ucapnya.
Ia lantas menyinggung syarat pendidikan untuk menjadi Wakil Presiden RI yang hanya membutuhkan jenjang SMA. Hal ini berbanding terbalik dengan syarat yang ditetapkan untuk menjadi Hakim MK.
Sebagaimana diketahui, syarat pendidikan untuk menjadi Hakim MK adalah berijazah Doktor (S3) dengan dasar Sarjana di bidang hukum.
"Sementara yang menarik begini, untuk menjadi seorang Hakim MK syaratnya harus S3, jadi seakan-akan lebih tinggi menjadi seorang Hakim Mahkamah Konstitusi dibanding yang menjadi presiden. Padahal tugasnya juga tidak kalah beratnya menjadi seorang presiden," tambahnya.
Dengan ketetapan seperti itu, Romo Stefanus kemudian menyoroti kualitas Doktor yang dikantongi oleh para Hakim MK.
"Akhirnya sekarang ini sudah banyak Hakim MK yang pokoknya harus ada gelar Doktor seperti itu. Tapi apakah kualitasnya dengan Doktor-Doktor itu menjadi lebih baik? Kita bisa perdebatkan apakah kualitas MK menjadi lebih baik hanya karena hakim-hakimnya punya gelar Dokter dan juga korelasinya bagaimana gelar Doktor? Apakah harus Doktor yang ilmu hukum, misalnya hukum tata negara, hukum konstitusi, atau bisa hukum perdata, segala macam bisa menjadi Hakim MK juga," sambungnya lagi.
Baca Juga: Xiaomi Ubah Peta Persaingan: HP Rp1 Jutaan Kini Punya RAM 8GB dan Layar 120Hz
Romo Stefanus lantas menyebutkan bahwa mantan Hakim MK sebelumnya, Anwar Usman, pun tidak memiliki gelar Doktor di bidang hukum. Namun, Anwar Usman tetap dipilih menjadi Hakim MK.
Setelah itu, Romo Stefanus menyinggung soal gelar S3 milik Hakim MK saat ini, Arsul Sani. Ia mengatakan bahwa kampus di mana Arsul Sani berkuliah tersandung kasus ijazah palsu hingga para petingginya ditangkap oleh Biro Anti-Korupsi Pusat Polandia.
"Ketika itu dia mengatakan punya S3 dari universitas di Polandia, Warsaw Management University. Sebenarnya kalau tidak salah itu online program dan kemudian itu menjadi modal dia menjadi Hakim MK. Nah, ada info menarik bahwa sekolah tempat dia belajar dapat S3, awal tahun itu digrebek oleh KPK Polandia. Kemudian para pemimpinnya ditangkap karena mereka menjual ijazah palsu kepada banyak pejabat di Polandia," bebernya.
Namun, Romo Stefanus tidak dapat mengonfirmasi apakah ijazah yang dikantongi oleh Arsul Sani terkait dengan kasus tersebut.
"Nah, apakah ini ada korelasinya atau tidak, kita tidak tahu kan. Tapi ini juga akhirnya menimbulkan pertayaan menurut saya, saya tidak menuduh ijazahnya palsu, saya tidak punya bukti. Tapi ini isu yang menarik, bagaimana dia mendapatkan gelar dari sebuah universitas yang kebetulan juga di sana bermasalah karena banyak menjual ijazah palsu kepada pejabat-pejabat Polandia, sehingga para petinggi universitas itu ditangkap, dipenjara oleh KPK Polandia," lanjutnya.
Saat ditelusuri dari Rzeczpospolita, surat kabar ekonomi dan hukum harian Polandia, dilaporkan bahwa terjadi perdagangan besar-besaran ijazah MBA yang memicu tuduhan suap untuk mendapatkan ijazah yang tidak sah dari Collegium Humanum – Warsaw Management University.
Umumnya, para pejabat di Polandia diharuskan memiliki setidaknya gelar Doktor di bidang ekonomi, hukum, atau ilmu teknik. Pembelian ijazah pascasarjana palsu menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penunjukan untuk posisi-posisi penting.
Pawe Czarnecki, pendiri dan mantan rektor Collegium Humanum, ditahan oleh Biro Anti-Korupsi Pusat tas 30 kejahatan, termasuk menerima suap sebesar 250,220 dolar AS atau sekitar Rp 4,1 miliar sebagai imbalan atas penerbitan lebih dari seribu ijazah palsu.
Dengan adanya kasus tersebut, Romo Stefanus menilai bahwa ijazah pejabat lain seperti Hakim MK pun mungkin perlu diverifikasi keasliannya karena menyangkut pejabat publik.
Unggahan itu pun menuai beragam komentar dari publik.
"Tuh dengarkan para pejabat pengambil keputusan atau kebijakan bahwa pendidikan itu penting. Keaslian ijazah itu penting karena pengaruh ke kualitas manusianya," tulis akun @dewi*******.
"Romo, terima kasih informasinya. Untuk ijazah tersebut, berarti perlu juga diklarifikasi oleh salah satu hakim tersebut," komentar @hesty**********.
"Semua pejabat publik jajaran paling bawah sampai paling atas wajib diverifikasi, yang bodong, pecat cabut semua fasilitas yang diberikan oleh negara dan harus menjalani hukuman," tambah @hana******.