Guna Pantau Bencana di Indonesia, Dibutuhkan 9 Satelit

Tanpa satelit, akan menyulitkan pemantauan bencana di Indonesia karena wilayahnya yang luas.

Agung Pratnyawan
Rabu, 23 Maret 2022 | 15:41 WIB
Ilustrasi satelit. (Pixabay)

Ilustrasi satelit. (Pixabay)

Hitekno.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menungkap kalau Indonesia setidaknya membutuhkan sembilan satelit pengindraan jauh dalam memantau kondisi bencana di Indonesia.

"Kita butuh sembilan satelit untuk melakukan orbitan tanpa jeda karena wilayah Indonesia yang sangat luas," kata Deputi Instrumentasi, Kalibrasi, Rekayasa dan Jaringan Komunikasi BMKG Muhamad Sadly pada kuliah umum dalam rangka Hari Meteorologi Dunia Ke-72 secara daring diikuti di Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Menurut Sadly, wilayah Indonesia punya ancaman bencana yang sangat kompleks dan tidak bisa ditangani secara normatif, ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang saat ini semakin ekstrem maka dibutuhkan teknologi.

Baca Juga: Foto Satelit Ungkap Kerusakan Akibat Serangan Rusia di Ukraina

Menurut dia, jika hanya satu satelit maka ada jeda 100 menit saat mengorbit sehingga tidak bisa dilakukan untuk pemantauan bencana.

Tanpa satelit, tambah Sadly, maka akan sulit melakukan pemantauan karena butuh waktu lama sebab wilayah Indonesia yang luas dari Sabang sampai Merauke.

"Saat bencana terjadi baik gempa, tsunami atau bencana hidrometeorologi lainnya, sistem komunikasi akan kolaps. Kita tidak bisa gunakan komunikasi berbasis HP, apalagi terjadi gempa besar seperti di Palu pada 2018. Lalu bagaimana orang bisa menyelamatkan diri kalau tidak ada sistem komunikasi yang andal," tambah dia.

Baca Juga: Balas Ejekan Badan Antariksa Rusia, Elon Musk Kirim Satelit ke Ukraina

Prof Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, ahli satelit gelombang mikro dari Universitas Chiba, Jepang dalam kuliah umum tersebut mengatakan Indonesia harus memiliki sensor karena letak wilayah di ekuator dan pertumbuhan awan yang cepat berdampak bencana hidrometeorologi dapat terjadi secara tiba-tiba.

Ilustrasi satelit. (Pixabay)
Ilustrasi satelit. (Pixabay)

"Saya merekomendasikan full polarimetric spaceborne Syntethic Aperture Radar (SAR) agar lebih detil karena di Indonesia pertumbuhan awan cepat sekali," kata pria yang akrab disapa Prof Josh itu seraya menambahkan perlu resolusi waktu yang memungkinkan kurang dari 10 menit.

Full Polarimetric spaceborne adalah metode analisis citra radar dengan mengeksploitasi polarisasi citra dengan radar apertur sintetis (SAR) untuk membuat gambar dua dimensi atau rekonstruksi objek tiga dimensi, seperti lanskap.

Baca Juga: Bantuan Elon Musk, Terminal Internet Satelit Starlink Tiba di Ukraina

Dia juga menyarankan agar Indonesia membuat satelit sendiri sesuai kebutuhan, bahkan jika perlu teknologi yang dibuat melampaui negara lain. Dengan satelit, data yang didapat lebih akurat dan cepat sehingga bencana hidrometeorologi seperti hujan, angin kencang, longsor dan lainnya dapat diprediksi.

Menurut dia, anggaran yang diperlukan untuk membuat satelit tidak terlalu besar, sekitar Rp 150 miliar untuk satu satelit yang pernah ia buat.

"Kita kombinasikan satelit meteorological geostasionary untuk meteorologi yang khas Indonesia, yaitu jumlah gelombang dan aplikasinya. Selain itu, pembangunan satelit meteorologi menggunakan SDM dan material dalam negeri Indonesia," kata Prof Josh.

Baca Juga: Elon Musk Kirim Satelit Starlink untuk Bantu Internet di Ukraina yang Terganggu

Itulah pernyataan BMKG yang menyampai kalau butuh sembilan satelit untuk memantau bencana di Indonesia. (Suara.com/ Liberty Jemadu).

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak