Mirip Cumi-cumi, Sel Manusia yang Direkayasa Ini Bisa Berubah Warna

Sel-sel manusia terbukti memiliki kemampuan "menghamburkan cahaya" seperti cumi-cumi.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Selasa, 09 Juni 2020 | 12:24 WIB
Ilustrasi cumi-cumi. (Pixabay/ sailormn34)

Ilustrasi cumi-cumi. (Pixabay/ sailormn34)

Hitekno.com - Sekelompok ilmuwan berhasil melakukan rekayasa genetika terhadap sel manusia sehingga karakternya mirip seperti cumi.

Penelitian ini bukan berarti berambisi menciptakan manusia setengah cumi, namun lebih ke arah penelitian medis.

Selama ini kita telah terpesona dengan kemampuan gurita dan cumi-cumi yang bisa "menghilang" dengan cepat.

Baca Juga: Keren! Ilmuwan Ciptakan Prototipe yang Ubah Bayangan Jadi Listrik

Sebagai informasi, beberapa spesies dari cumi-cumi dapat mengubah warna mereka ketika bertemu dengan predator.

Itu dilakukan oleh cumi-cumi untuk bersembunyi dari predator dan mengecoh pemangsa mereka.

Dilaporkan dalam jurnal Nature Communication, para ilmuwan dari UCI (University of California Irvine) mengambil beberapa pelajaran dari cumi-cumi tepi pantai (Doryteuthis opalescens).

Baca Juga: Pertama Kalinya, Ilmuwan Bikin Garam Berbentuk Heksagonal

Hewan tersebut dapat mengubah penampilan mereka dari putih menjadi cokelat.

Sel-sel milik cumi diketahui juga bisa mengubah tubuh mereka menjadi "semi transparan" karena mempunyai warna yang membaur dengan lingkungan.

Spesies Doryteuthis opalescens bisa bersembunyi dari predator menggunakan sel-sel reflektif khusus yang disebut "leucophores".

Baca Juga: Berbentuk Menyeramkan, Spesies Baru Hewan Laut Dalam Ditemukan Ilmuwan

Itu terdiri dari protein yang dikenal sebagai reflektin di mana ia bisa mencerminkan warna-warna lingkungan sekitarnya.

Sel manusia yang telah direkayasa berhasil menampakkan karakter mirip cumi-cumi. (UCI/ Atouli Chatterjee)
Sel manusia yang telah direkayasa berhasil menampakkan karakter mirip cumi-cumi. (UCI/ Atouli Chatterjee)

Tergantung pada bagaimana reflektin disusun, mereka dapat mengubah bagaimana cahaya dipantulkan darinya, yang menciptakan kesan bahwa mereka menjadi tidak terlihat dengan memantulkan warna lingkungan sekitarnya.

"Selama ribuan tahun, orang telah terpesona oleh transparansi dan tembus pandang, yang telah menginspirasi spekulasi filosofis, karya fiksi ilmiah, dan banyak penelitian akademis. Proyek kami, berpusat pada perancangan dan rekayasa sistem seluler dan masalah dengan sifat yang dapat dikontrol untuk mentransmisikan, memantulkan, dan menyerap cahaya," kata Atrouli Chatterjee, seorang peneliti utama dalam press release dari UCI.

Baca Juga: Punya Tubuh Mirip Kelabang, Hewan Laut Ini Bikin Netizen Takjub

Dilansir dari IFLScience, tim peneliti berhasil menggunakan rekayasa genetika untuk memasukkan reflektin ke dalam sitoplasma sel ginjal embrionik manusia dalam cawan petri.

Setelah diamati lewat mikroskop, sel-sel manusia terbukti memiliki kemampuan "menghamburkan cahaya" seperti cumi-cumi tersebut.

Ilustrasi fiksi ilmiah, sifat cumi-cumi, hingga penelitian sel manusia. (UCI)
Ilustrasi fiksi ilmiah, sifat cumi-cumi, hingga penelitian sel manusia. (UCI)

Itu berarti sel manusia yang telah direkayasa secara genetika mempunyai kemampuan "transparansi" sehingga menciptakan kesan bahwa mereka menjadi tak terlihat.

Mereka juga berhasil menghidupkan dan mematikan efek seperti saklar dengan menggunakan konsentrasi natrium klorida yang berbeda.

Kadar natrium yang lebih tinggi menghasilkan tingkat hamburan cahaya yang lebih tinggi dan sebaliknya.

Para peneliti mengatakan bahwa proyek mereka meningkatkan kemungkinan menggunakan reflektin sebagai jenis baru penanda biomolekuler untuk penelitian medis dan pencitraan mikroskop.

Penelitian menunjukkan bahwa kemungkinan terbuka lebar untuk mengembangkan sel manusia dengan sifat optik yang responsif terhadap rangsangan (terinspirasi oleh leucophores Chepalopoda).

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak