NASA Tak Sadar Temukan Fosfin di Venus 42 Tahun Lalu

NASA mendeteksi adanya gas fosfin di dalam awan asam Venus, yang memungkinkan menjadi tanda adanya kehidupan di planet itu.

Dinar Surya Oktarini
Rabu, 07 Oktober 2020 | 12:38 WIB
Penampakan Planet Venus. (Wikipedia Commons/NASA).

Penampakan Planet Venus. (Wikipedia Commons/NASA).

Hitekno.com - NASA mendeteksi adanya gas fosfin di dalam awan asam Venus pada pertengahan September lalu yang kemungkinan menjadi tanda kehidupan di planet tersebut

Namun NASA tak menyadari pernah mendeteksi gas itu pertama kali pada 1978, tetapi penemuan itu tidak disadari selama 42 tahun. 

Gas molekul beracun dan mudah meledak itu menarik perhatian astronom mengingat bagaimana fosfin dibuat di Bumi. Fosfin dapat diproduksi secara artifisial oleh manusia, menjadi produk fumigan atau senjata biologis ataupun dibuat secara alami dari kehidupan.

Baca Juga: Terjadi Lagi, Netizen Jual Gedung DPR dengan Harga Murah

Pada intinya, itu adalah gas yang dikaitkan dengan kehidupan di Bumi, meningkatkan kemungkinan bahwa itu bisa menjadi tanda mikroba yang mengambang di awan Venus atau kemungkinan lain itu bisa jadi berasal dari sesuatu yang belum dipahami.

Logo NASA. [Shutterstock]
Logo NASA. [Shutterstock]

Deteksi itu menjadi penanda dalam perburuan panjang kehidupan di tempat lain di tata surya, yang sebagian besar memusatkan perhatian pada Mars dan beberapa bulan yang mengorbit Jupiter dan Saturnus.

Sementara itu, Venus yang memiliki permukaan panas dan beracun dianggap tidak terlalu ramah untuk bertahan hidup. Tapi sekarang, setelah menggali melalui arsip data NASA, ahli biokimia Rakesh Mogul dari Cal Poly Pomona di California dan rekannya telah menemukan petunjuk fosfin yang diambil oleh Pioneer 13, sebuah penyelidikan yang mencapai Venus pada Desember 1978.

Baca Juga: Auto Merinding, Dikira Kerupuk Isi Toples Ini Malah Bikin Ngeri

Mogul dan rekannya secara luas mengetahui data dari misi tersebut. Penemuan tersebut, yang diunggah ke database arXiv pada 22 September dan belum ditinjau oleh rekan sejawat, tidak memberi tahu para ilmuwan lebih dari apa yang dilaporkan dalam Nature Astronomy, meskipun itu membuat keberadaan fosfin bahkan lebih pasti.

Data 1978 berasal dari Large Probe Neutral Mass Spectrometer (LNMS), salah satu dari beberapa instrumen yang turun ke atmosfer Venus sebagai bagian dari misi Pioneer 13.

Pioneer 13 menjatuhkan probe besar (LNMS) ke awan Venus, probe mengumpulkan data, dan mengirimkannya kembali ke Bumi.

Baca Juga: Terpopuler: BMKG Gelar Latihan Mitigasi dan Meme Puan Maharani

LNMS mengambil sampel atmosfer dan menganalisis sampel tersebut melalui spektrometri massa, teknik laboratorium standar untuk mengidentifikasi bahan kimia yang tidak diketahui.

Ketika para ilmuwan pertama kali menggambarkan hasil LNMS pada tahun 1970-an, para ahli tidak membahas senyawa berbasis fosfor seperti fosfin, melainkan berfokus pada bahan kimia lain.

Ketika tim Mogul memeriksa kembali data LNMS dari awan tengah dan bawah Venus, para ahli menemukan tanda yang sangat mirip dengan fosfin. Para ilmuwan juga menemukan bukti pasti untuk atom fosfor di atmosfer yang kemungkinan besar berasal dari gas yang lebih berat seperti fosfin.

Baca Juga: Fenomena Tsunami Gas Beracun di Venus Berhasil Ditangkap JAXA

LNMS tidak dibuat untuk berburu senyawa mirip fosfin dan akan kesulitan membedakan gas dari molekul lain yang memiliki massa serupa.

Tapi sampel Pioneer 13 memang memiliki bukti adanya beberapa molekul di dalam gas yang memiliki massa, sama dengan fosfin dalam jumlah yang sesuai dengan level, dijelaskan dalam makalah Nature Astronomy.

Ilustrasi planet Venus (Shutterstock/NASA).
Ilustrasi planet Venus (Shutterstock/NASA).

"Saya yakin bahwa bukti jejak bahan kimia yang bisa menjadi tanda kehidupan dalam data warisan agak diabaikan karena dianggap tidak mungkin ada di atmosfer," kata Mogul, seperti dikutip Science Alert, Rabu (7/10/2020).

Mogul dan koleganya juga menemukan petunjuk bahan kimia lain yang seharusnya tidak muncul secara alami di awan Venus, seperti klorin, oksigen, dan hidrogen peroksida.

"Kami percaya ini menjadi indikasi bahan kimia yang belum ditemukan dan/atau bahan kimia yang berpotensi menguntungkan bagi kehidupan. Kami membutuhkan pendekatan yang lebih berkelanjutan untuk eksplorasi seperti Mars," tambah Mogul.

NASA dan badan antariksa lainnya dari Eropa, India dan Rusia memiliki rencana untuk mengirim misi ke Venus yang bisa membantu penelitian. (Suara.com/Lintang Siltya Utami)

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak