NASA: Matahari Lockdown Fenomena Alam Biasa, Tak Bikin Bumi Beku

Benarkah fenomena alam Matahari Lockdown ini akan membuat Bumi lebih dingin? Ini bantahan NASA.

Agung Pratnyawan
Senin, 18 Mei 2020 | 20:43 WIB
Ilustrasi Matahari berbentuk bola api. (Pixabay/ WikiImages)

Ilustrasi Matahari berbentuk bola api. (Pixabay/ WikiImages)

Hitekno.com - Fenomena alam Matahari Lockdown sedang ramai jadi pemahasan, bahkan badan antariksa Amerika Serikat atau NASA ikut menanggapinya.

Isu matahari yang memasuki "fase lockdown" sedang ramai beberapa hari terakhir padahal fenomena alam yang diplesetkan sebagai Matahari Lockdown adalah fenomena alam solar minimum, ketika titik-titik matahari berkurang dan menghilang.

NASA, solar minimum atau yang di tengah wabah Covid-19 disebut Matahari Lockdown terjadi ketika titik-titik matahari - yang memancarkan gelombang magnetik, sinar-X, dan radiasi ultraviolet - menghilang.

Baca Juga: Tanggapan Lapan pada Matahari Lockdown, Tidak Berkaitan dengan Bencana Alam

Solar minimum lazim terjadi setiap 11 tahun dan pada 2020 ini kembali terjadi. Saat titik-titik matahari berkurang, maka permukaan matahari akan lebih tenang dan paparan sinar-X, ultraviolet, dan gelombang magnetik terhadap Bumi berkurang.

Tetapi benarkah fenomena alam Matahari Lockdown ini akan membuat Bumi lebih dingin?

Peneliti bidang perubahan iklim global NASA, dalam sebuah blog, menjelaskan bahwa solar minimum tidak akan membuat Bumi lebih dingin atau membeku seperti zaman es.

Baca Juga: Dampak Matahari Lockdown, Apakah Berbahaya Bagi Bumi?

"Tidak ada zaman es atau zaman es kecil yang disebabkan oleh berkurangnya energi matahari dalam beberapa dekade ke depan," kata NASA.

Fenomena matahari lockdown tak akan memicu bencana di Bumi. Foto Matahari yang mirip labu Halloween dari badan antariksa AS. [Twitter/NASA]
Fenomena matahari lockdown tak akan memicu bencana di Bumi. Foto Matahari yang mirip labu Halloween dari badan antariksa AS. [Twitter/NASA]

Dalam studi tentang siklus matahari, ada periode yang dikenal dengan nama Maunder Minimum. Periode antara 1645 - 1715 ini dikenal sebagai salah satu solar minimum paling lama dalam sejarah (sekitar 50 tahun). Periode ini bertepatan dengan Zaman Es Kecil karena suhu Bumi turun drastis.

Tetapi turunnya suhu Bumi pada Zaman Es Kecil, demikian diwartakan BBC, lebih banyak diakibatkan oleh letusan gunung-gunung berapi, bukannya karena hilangnya titik-titik matahari.

Baca Juga: Tak Seperti Biasanya, Ilmuwan Temukan Keanehan pada Matahari

Sementara solar minimum yang terjadi saat ini, meski berlangsung selama satu abad, suhu Bumi tidak akan turun drastis. Alasannya, jelas NASA, karena Bumi saat ini berbeda dari abad 17.

"Karena faktor penentu suhu Bumi bukan cuma variasi energi matahari, tetapi yang saat ini dominan adalah gas rumah kaca yang dihasilkan oleh manusia sendiri," jelas NASA.

Lebih lanjut dijelaskan bahwa pemanasan global saat ini akan terus berlangsung karena turunnya paparan panas dari Matahari tidak bisa mengalahkan pemanasan yang dipicu oleh gas buang pabrik atau kendaraan bermotor.

Baca Juga: Astronom Bagikan Gambar Resolusi Tertinggi Matahari, Nampak Jelas

Jadi isu yang bilang soal bencana karena Matahari Lockdown adalah keliru belaka! Fenomena alam solar minimum ini tidak akan membuat Bumi beku. (Suara.com/ Liberty Jemadu).

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak