Terkena Radiasi Luar Angkasa, Ini Akibatnya Bagi Astronot

Radiasi luar angkasa memang berbahaya bagi astronot tetapi efeknya ternyata tak terlalu dramatis.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Jum'at, 05 Juli 2019 | 19:00 WIB
Ilustrasi astronot. (Pixabay/ WikiImages)

Ilustrasi astronot. (Pixabay/ WikiImages)

Hitekno.com - Eksplorasi luar angkasa merupakan sebuah eksplorasi yang berisiko tinggi jika dibandingkan eksplorasi konvensional di Bumi. Dari penelitian sebelumnya, radiasi dari Matahari dan sinar kosmik (radiasi luar angkasa) dianggap dapat membahayakan astronot.

Jika terpapar radiasi, astronot mendapatkan risiko terkena kanker dan penyakit jantung di kemudian hari.

Sebuah penelitian terbaru menyelidiki apakah astronot akan sekarat lebih awal dengan asumsi penelitian sebelumnya.

Baca Juga: Deretan Orang Super Kaya Ini Mau Menambang di Luar Angkasa

Hasilnya, penelitian baru menunjukkan bahwa astronot tidak meninggal sebelum waktunya terkait radiasi luar angkasa.

Tetapi para ilmuwan memperingatkan bahwa misi berdurasi panjang akan menimbulkan risiko serius.

"Kami belum mengesampingkannya, tetapi kami mencari sinyal dan kami tidak melihatnya," kata Robert Reynolds dari Mortality Research & Consulting,  di California.

Baca Juga: Gunung Raikoke Erupsi, Pemandangan Spektakuler Tercipta dari Luar Angkasa

Ilustrasi luar angkasa dan sinar kosmik. (Pixabay/ WikiImages)
Ilustrasi luar angkasa dan sinar kosmik. (Pixabay/ WikiImages)

Tim peneliti yang dipimpin oleh Reynolds menggunakan teknik statistik pada angka bertahan hidup untuk 301 astronot AS dan 117 kosmonot Rusia.

Dari total kelompok, 89 orang telah meninggal hingga saat ini.

Orang-orang ini meninggal karena berbagai sebab, tetapi Reynolds dan timnya hanya tertarik pada dua penyebab kematian tertentu yaitu kanker dan penyakit kardiovaskular.

Baca Juga: Tak Main-main, India Berencana Punya Stasiun Luar Angkasa Sendiri

Di antara para astronot, 30 persen meninggal karena kanker dan kurang dari 15 persen meninggal karena penyakit jantung.

Statistiknya sedikit berbeda untuk kosmonot, setengahnya meninggal karena penyakit jantung dan 28 persen karena kanker.

Statistik ini mungkin tampak tinggi dan mengkhawatirkan, tetapi analisis Reynolds menyarankan angka-angka tersebut tidak ada yang luar biasa.

Baca Juga: Setelah Lima Dekade, NASA akan Mengirimkan Makhluk Hidup ke Luar Angkasa

Ilustrasi luar angkasa dari ISS. (Pixabay/ Free-Photos)
Ilustrasi luar angkasa dari ISS. (Pixabay/ Free-Photos)

Tidak ada tren atau sedakan (hiccup) yang dapat dideteksi dalam data yang menunjuk pada penyebab umum kematian, yaitu paparan radiasi.

"Jika radiasi luar angkasa berdampak pada risiko kematian akibat kanker dan penyakit kardiovaskular, pada penelitian ini, efeknya tidak terlalu dramatis," kata Reynolds dikutip dari Gizmodo.

Meski tidak ada hubungan kematian lebih awal dengan paparan radiasi luar angkasa, peneliti tidak mengesampingkan bahwa misi luar angkasa selanjutnya mempunyai risiko lebih besar.

Saat ini, astronot hanya berkutat pada luar angkasa di orbit rendah Bumi seperti ISS.

Ilustrasi roket BFR yang digunakan untuk pulang dan pergi ke Mars. (SpaceX)
Ilustrasi roket BFR yang digunakan untuk pulang dan pergi ke Mars. (SpaceX)

Dalam misi ke Mars, astronot diperkirakan akan terpapar radiasi yang lebih tinggi lagi.

Bahkan paparan radiasinya sama seperti radiasi yang mereka terima dari CT Scan seluruh tubuh sekitar seminggu sekali selama setahun penuh.

Berdasarkan penelitian tersebut, untuk sementara ini, radiasi luar angkasa tidak terlalu banyak menyebabkan kematian pada astronot namun peneliti menekankan bahwa mereka perlu waspada pada misi luar angkasa yang lebih jauh.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak