Istilah Eat the Rich Jadi Perdebatan, Begini Penjelasan Ferry Irwandi

Ferry Irwandi memberikan penjelasan mengenai istilah eat the rich yang menjadi perdebatan di media sosial.

Lintang Siltya Utami

Posted: Kamis, 18 September 2025 | 08:56 WIB
Ferry Irwandi. (instagram.com/irwandiferry)

Ferry Irwandi. (instagram.com/irwandiferry)

Hitekno.com - Topik "eat the rich" belakangan tengah menjadi perdebatan panas di media sosial. Istilah ini sendiri muncul dari diskusi kasus penjarahan di Indonesia dan kaitannya dengan aksi protes gen Z di Nepal yang menggulingkan pemerintahan.

Sejumlah warganet merasa bahwa istilah eat the rich dapat memicu konflik horizontal, alih-alih warga bersatu untuk fokus mengadili pemerintahan yang buruk. Hal itu pun menarik atensi Ferry Irwandi, pembuat konten sekaligus founder dari Malaka Project.

Melalui unggahan video singkat yang tayang di kanal YouTube miliknya, Ferry Irwandi memberikan penjelasan serta penerapan dari istilah eat the rich tersebut.

Menurut Ferry, masyarakat harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dari istilah tersebut.

"Kita berangkat dari latar belakangnya dulu nih. Jadi slogan ‘eat the rich’ itu lahirnya gimana dan ini yang harus kita pahamin semua. Kenapa demikian? Karena biar kita tau nih, titik pijaknya di mana gitu. Jadi, kalau kita telusuri secara historical ya, kalimat ini sangat sering dikaitin sama seorang filsuf Prancis bernama Jean Rousseau yang konon si filsuf ini bilang, 'When the people shall have nothing more to eat, they will eat the rich'," ucap Ferry.

Adapun kondisi tersebut merujuk pada Revolusi Prancis, sebuah pergolakan politik masif di Prancis yang menggulingkan monarki absolut dan bangsawan yang memiliki hak istimewa.

"Nah, konteksnya dia ngomong itu waktu lagi Revolusi Prancis di mana rakyat lapar banget, dalam kondisi kayak gitu ekonomi benar-benar jatuh gitu. Sementara para bangsawan hidup mewah, jadi ‘eat the rich’ ini menjadi slogan yang berubah jadi simbol perlawanan kelas bawah terhadap kelas elit yang dianggap serakah. Secara teori ini nunjukkin problem ‘income inequality’ dan ‘wealth concentration’," jelas Ferry.

Menurut Ferry, jika kesenjangan antara kekayaan dan kemiskinan semakin lebar, maka kepercayaan sosial akan runtuh.

"Stabilitas politik goyah dan situasi ini bisa lahir. Kalau kita lihat dalam perspektif evolusi, naluri ‘eat the rich’ itu bisa dilihat sebagai mekanisme survival kelompok. Jadi kalau ada minoritas elit yang nguasain resource secara berlebihan atau sumber daya secara berlebihan, mayoritas bakal melawan demi kelangsungan hidup mereka," sambungnya lagi.

Ferry Irwandi menilai bahwa peran pemerintah sangat penting untuk memberikan keadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Baca Juga: Foto Bareng Anies Baswedan, Publik Kaitkan Baju Times New Roman Tom Lembong dengan Ijazah Jokowi

"Di situlah sebenarnya peran government untuk memberikan keadilan dalam berbagai mekanisme dan kebijakan ya, mencegah sebuah kelompok masyarakat atau mencegah masyarakatnya menyentuh titik ketimpangan tersebut. Nah, kalau sudah berada di situ, sifat naluriah ini akan sangat sulit diatasi. Di sisi yang lain, ini juga menjadi alarm untuk mereka yang punya duit, itu supaya enggak abai gitu loh. Supaya enggak mikir kalau 100 persen mereka bakal aman-aman aja gitu. Karena kita hidup dalam sebuah ekosistem yang bereaksi dengan suatu keadaan," beber Ferry Irwandi.

Dari keadaan tersebut, maka muncul istilah eat the rich.

"Itulah kenapa ‘eat the rich’ ini muncul dan kenapa itu terasa seperti proses seleksi alam sosial. Dan jawabannya bukan cuma soal moral, tapi soal ekosistem. Kalau resource terkunci di segelintir elit, sistem sosial ngejalanin versi evolusinya sendiri," sambungnya lagi.

Ferry Irwandi juga menjelaskan terdapat tiga pondasi, yaitu evolusi, ekonomi, dan game teori, di mana terdapat tiga sinyal yang dapat memunculkan kondisi eat the rich, seperti ketimpangan ekstrem, mobilitas terhenti, dan turunnya kepercayaan sosial.

"Ketika ketiga hal ini terjadi, maka masyarakat akan membaca ini sebagai ketidakseimbangan ekosistem dan akhirnya slogan ini muncul sebagai alat koordinasi yang menggerakkan masyarakat untuk melakukan tindakan mereka sendiri. Secara evolusioner, manusia itu punya aversion terhadap ketidakadilan," sahutnya.

Ferry Irwandi juga menyamakan istilah eat the rich dengan cara masyarakat sosial mengembalikan keseimbangan karena ketimpangan yang terjadi sebelumnya.

Sementara itu, dari sudut pandang ekonomi, istilah eat the rich juga bisa tersulut ketika masyarakat melihat para elit melakukan kelalaian dalam hal membayar pajak hingga menggunakan pengaruh politik untuk kepentingan pribadi.

"Tapi kalau elit atau orang kaya atau pemerintah atau bangsawan itu melakukan penghindaran pajak, pengemplangan pajak, menggunakan pengaruh politik untuk kepentingannya pribadi, maka dengan alamiah masyarakat atau publik akan mengaktifkan yang namanya punishment strategi. Karena ini kan circle ya, permainan berulang gitu. Dan yang namanya reputasi dan komitmen kredibel itu jauh lebih penting dari PR. Sekalinya trust jatuh, cost buat memulihkannya juga melonjak. Inilah yang harus dipahami oleh para elit dan pemerintahan kita," jelasnya lagi.

Menurut Ferry, para pejabat yang sadar akan konsep tersebut seharusnya melihat istilah eat the rich sebagai peringatan awal untuk melakukan komitmen yang kredibel, seperti membayar pajak hingga mendukung layanan publik.

"Dan pemerintahan yang cerdas juga melihat itu sebagai early warning yang serupa. Jadi jangan sampai apa yang namanya slogan itu menjadi sebuah keadaan. Caranya apa? Ya, institusinya diperkuat," imbuh Ferry.

Oleh karena itu, jika pemerintah tak ingin slogan tersebut menjadi kenyataan, maka jangan membiarkan masyarakat berada dalam kondisi yang sulit.

"Jadi jika enggak mau kondisi ‘eat the rich’ itu terjadi ya, enggak mau ‘eat the rich’ itu tidak hanya menjadi sebuah slogan tapi kondisi di mana orang-orang benar-benar mulai memakan orang-orang kaya, maka jangan biarkan masyarakat kelaparan dan kesulitan, jangan biarkan orang tidak mendapatkan pendidikan, jangan tutup jalan tiap orang menuju kecukupan dan kesejahteraan. Karena ‘eat the rich’ adalah ekspresi dari mekanisme seleksi sosial yang muncul ketika ketimpangan kemacetan mobilitas dan turunnya kepercayaan publik melewati ambang sehingga punishment kolektif menjadi strategi rasional untuk mengembalikan rasa keadilan tadi atau fairness," pungkasnya.

×
Zoomed
Berita Terkait Berita Terkini

Di era serba digital seperti sekarang, keberadaan powerbank menjadi salah satu kebutuhan penting bagi pengguna gadget....

internet | 21:59 WIB

Berbagai aplikasi karaoke di iOS dan Android memungkinkan kamu merekam suara, menambahkan efek seru, bahkan duet bareng ...

internet | 21:44 WIB

Artificial intelligence (AI) dapat membuat foto tanpa harus menggunakan kamera canggih, lensa mahal, hingga kahlihan tek...

internet | 20:47 WIB

Cara membuat nada dering kustom di WhatsApp....

internet | 19:45 WIB

Cara mudah untuk screenshot di komputer, baik itu Windows, Linux, hingga MacBook....

internet | 18:00 WIB