Kembaran "Penguin Raksasa" Seukuran Manusia Pernah Hidup di Selandia Baru

Spesies yang mirip penguin ini punya ukuran lebih dari 2 meter.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Rabu, 01 Juli 2020 | 08:15 WIB
Model 3D spesies penguin raksasa. (YouTube/ Canterbury Museum)

Model 3D spesies penguin raksasa. (YouTube/ Canterbury Museum)

Hitekno.com - Berdasarkan penelitian terbaru, ilmuwan menemukan bahwa Selandia Baru dulunya merupakan sebuat tempat yang dihuni oleh "kembaran" spesies penguin raksasa. Spesies yang diyakini hidup 62 juta tahun lalu itu mempunyai ukuran ekstra besar jika dibandingkan ukuran penguin modern.

Penelitian yang telah dipublikasikan dalam Journal of Zoological Systematics and Evolutionary Research mengungkapkan bahwa fosil tulang penguin super besar di Selandia Baru memiliki kesamaan dengan tulang-tulang burung yang lebih muda, Plotopterids.

Tulang-tulang yang lebih muda tersebut banyak ditemukan di belahan Bumi bagian utara.

Baca Juga: Setelah 2 Tahun, Hewan Laut Dalam Berkaki 14 Ini Akhirnya "BAB"

Penemuan menunjukkan bahwa Plotopterids sangat mirip dengan rekan Kiwi raksasa mereka terkait struktur morfologi hingga susunan kimianya.

Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam pemahaman kita tentang bagaimana evolusi penguin yang memilih menggunakan sayap mereka untuk berenang dibandingkan terbang.

Fosil spesies penguin raksasa. (Canterbury Museum)
Fosil spesies penguin raksasa. (Canterbury Museum)

Bukti pertama ditemukan di Waipara, Canterbury Utara, Selandia Baru di mana sembilan spesies berbeda telah diidentifikasi.

Baca Juga: Menumpuk di Pulau Ini, Kotoran Penguin Bisa Menghasilkan Gas Tertawa

Tingginya berkisar seukuran burung kecil hingga sekitar 1,6 meter.

Plotopterids tidak muncul dalam catatan evolusi dari 37 hingga 34 juta tahun yang lalu, dengan fosil banyak ditemukan pada situs di Amerika Utara dan Jepang.

Ilustrasi spesies penguin raksasa jika dibandingkan spesies penguin modern. (Creative Commons/ Tess Cole)
Ilustrasi spesies penguin raksasa jika dibandingkan spesies penguin modern. (Creative Commons/ Tess Cole)

Mereka punah sekitar 10 juta tahun kemudian, tetapi bukti fosil mereka menunjukkan bahwa Plotopterids juga menggunakan sayap mereka untuk mengarungi laut dibandingkan untuk terbang.

Baca Juga: Berbentuk Menyeramkan, Spesies Baru Hewan Laut Dalam Ditemukan Ilmuwan

Untuk memastikan ini, para peneliti memutuskan untuk membandingkan sisa-sisa fosil dari Plotopterids terhadap spesies penguin raksasa Waimanu, Muriwaimanu, dan Sequiwaimanu yang menjelajahi Selandia Baru 60 juta tahun yang lalu.

Analisis mereka mengungkapkan bahwa burung-burung itu berbagi beberapa karakteristik yang sama termasuk paruh panjang dengan lubang hidung seperti celah, morfologi dada dan tulang bahu serta struktur sayapnya.

Model 3D spesies penguin raksasa. (YouTube/ Canterbury Museum)
Model 3D spesies penguin raksasa. (YouTube/ Canterbury Museum)

Temuan menunjukkan bahwa kedua kelompok burung berevolusi menjadi perenang yang kuat, berburu di laut dalam untuk menangkap makanan laut.

Baca Juga: Bikin Gemas! Ternyata Begini Cara Penguin Turun Tangga

Dilansir dari IFLScience, ada juga kesamaan terkait dengan ketinggian burung di mana Plotopterid terbesar berukuran lebih dari 2 meter sementara penguin raksasa Selandia Baru memiliki ketinggian maksimum 1,7 meter.

"Burung-burung ini berevolusi di belahan Bumi yang berbeda, terpisah jutaan tahun, tetapi dari kejauhan, Anda akan kesulitan untuk membedakan mereka. Plotopterids tampak seperti penguin, mereka berenang seperti penguin, mereka mungkin makan seperti penguin, tetapi sebenarnya mereka bukan penguin," kata Dr Paul Schofield, kurator untuk Museum Canterbury dalam pernyataan resminya.

Ilmuwan menduga bahwa Plotopterid dan penguin memiliki nenek moyang yang bisa terbang dan sering menceburkan diri ke laut ketika mencari makan.

Seiring waktu, nenek moyang mereka punya keahlian menakjubkan dalam berenang dan perlahan kehilangan kemampuan terbang.

Evolusi konvergen ini dapat membanu ilmuwan memahami mengenai mengapa penguin bisa beradaptasi di lingkungan laut dibandingkan udara.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak