Modifikasi Cuaca Dapat Ubah Awan Jadi Hujan, Butuh Waktu Berapa Lama?

"Reaksi bisa cepat atau bisa lambat tergantung kondisi awan yang ditabur," kata Kepala BBTMC BPPT.

Agung Pratnyawan
Selasa, 21 Januari 2020 | 10:51 WIB
BPPT dengan dukungan berbagai pihak lakukan operasi teknologi modifikasi cuaca. (BPPT)

BPPT dengan dukungan berbagai pihak lakukan operasi teknologi modifikasi cuaca. (BPPT)

Hitekno.com - Dalam rangka mengantisipasi banjir, telah menggunakan teknologi modifikasi cuaca dengan melibatkan berbagai pihak. Namun pastinya, butuh waktu untuk melakukan modifikasi cuacai ini.

Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengatakan dibutuhkan waktu sekitar 10 menit hingga 2 jam agar garam atau NaCl yang ditaburkan di langit mengubah awan menjadi hujan.

"Reaksi penaburan NaCl bisa cepat atau bisa lambat tergantung kondisi awan yang ditabur," kata Kepala Bidang Pelayanan Teknologi BBTMC BPPT Sutrisno seperti HiTekno.com kutip dari Suara.com.

Baca Juga: Mengenal Angin Monsun, Pemicu Cuaca Ekstrem di Indonesia

Sutrisno mengatakan awan mempunyai siklus dari bibit awan, membesar dan akhirnya menjadi hujan. Jika awan masih kecil saat ditabur garam, maka akan butuh waktu lebih lama untuk menjadi hujan.

Sebaliknya, jika awan yang ditaburi garam atau NaCl dalam kondisi yang sudah besar maka tidak beberapa lama akan turun menjadi hujan.

Adapun indikator yang mempengaruhi proses cepat atau lambat turun hujan setelah penaburan garam adalah ukuran awan serta kondisi lingkungan di sekitar awan seperti kelembaban, temperatur, kecepatan angin dan supply massa udara.

Baca Juga: BPPT: Teknologi Modifikasi Cuaca Telah Kurangi Intensitas Hujan Jabodetabek

Dalam pelaksanan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC), hujan akan turun lebih cepat jika, setelah awan potensial ditaburi garam, angin berembus tidak terlalu kencang (biasanya kurang dari 10 knot), kelembaban udara memadai, serta supply massa udaranya basah.

Ilustrasi cuaca. (Unsplash/david clarke)
Ilustrasi cuaca. (Unsplash/david clarke)

Garam atau NaCl berfungsi sebagai inti kondensasi. Butir-butir NaCl akan mengikat uap air dan akan mempercepat pembesaran butir-butir uap air melalui proses tumbukan dan penggabungan.

"Kalau ada bibit-bibit awan dengan lokasi berdekatan dan kita lakukan penyemaian dengan NaCL, maka awan tersebut akan saling membesar dan bergabung juga," kata Sutrisno.

Baca Juga: Antisipasi Hujan Deras, BPPT Mulai Jalankan Operasi Modifikasi Cuaca

Sejak 3 Januari 2020, BPPT bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), TNI Angkatan Udara dan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memulai penanggulangan banjir di wilayah Jabodetabek dengan cara mempercepat penurunan hujan sebelum mencapai wilayah Jabodetabek melalui operasi TMC.

Itulah penjelasan BPPT dan BBTMC terkait waktu yang dibutuhkan teknologi modifikasi cuaca untuk mengubah awan jadi hujan. (Suara.com/ Liberty Jemadu).

Baca Juga: Sering Disepelekan, Kepala BMKG Minta Warga Percaya Prakiraan Cuaca

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak