Ilustrasi Xiaomi- Bos Xiaomi Ungkap 'Biang Kerok' di Balik Harga HP Mahal. (Xiaomi)
Hitekno.com - Jika Anda merasa harga ponsel pintar terbaru semakin mahal, Anda tidak salah. Partner and President Xiaomi, Lu Weibing, secara blak-blakan mengungkap "biang kerok" di balik fenomena ini: ledakan tren kecerdasan buatan (AI) yang kini memaksa konsumen untuk ikut menanggung biayanya.
Pernyataan ini muncul setelah Xiaomi mendapat protes dari pasar terkait harga seri Redmi K90 yang lebih mahal dari generasi sebelumnya, sebuah dilema yang menunjukkan betapa masifnya dampak tren AI terhadap rantai pasok industri teknologi.
Lonjakan Permintaan Chip Akibat 'Demam' AI
Menurut Weibing, faktor utama yang mendorong kenaikan harga adalah lonjakan biaya chip memori (NAND dan DRAM) yang jauh di luar perkiraan.
Pesatnya perkembangan AI telah memicu perburuan besar-besaran terhadap chip-chip ini oleh berbagai sektor, mulai dari smartphone, komputer, hingga server data center. Akibatnya, permintaan meroket dan harga pun ikut terkerek naik.
"Tekanan biaya telah beralih ke harga produk-produk baru kami. Kenaikan biaya chip memori jauh melampaui ekspektasi dan bisa semakin intensif," kata Weibing, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (26/10/2025).
Fenomena ini secara efektif menciptakan "pajak AI" tidak langsung bagi konsumen. Di saat produsen chip memori seperti Samsung Electronics dan SK Hynix meraup untung besar, produsen ponsel seperti Xiaomi justru terjepit antara biaya produksi yang membengkak dan ekspektasi harga dari konsumen.
Dilema Produsen: Antara Biaya dan Kekecewaan Konsumen
Bos Xiaomi ini mengakui bahwa situasi ini telah menimbulkan kekecewaan di kalangan konsumen. Sebagai bukti nyata, Xiaomi bahkan terpaksa mengambil langkah populis untuk meredam protes.
Sebagai solusi, dia menurunkan harga Redmi K90 varian RAM 12GB dan ROM 512GB sebesar 300 Yuan (sekitar Rp 699 ribu) menjadi 2.899 Yuan (sekitar Rp 6,7 juta).
Baca Juga: Vivo X300 dan X300 Pro Akan Meluncur Global, Tersedia dalam 4 Warna
Namun, langkah ini bersifat sementara dan hanya berlaku di bulan pertama penjualan, menunjukkan betapa sulitnya posisi produsen saat ini.
Pernyataan dari Lu Weibing ini menjadi sinyal yang jelas bagi pasar: selama 'demam' AI terus berlanjut, era di mana konsumen bisa mendapatkan smartphone dengan spesifikasi tinggi dan harga yang terus menurun mungkin akan berakhir.