Ilustrasi HP Xiaomi. [Unsplash/He Junhui]
Hitekno.com - Harga komponen memori di pasar global menunjukkan tren kenaikan yang sangat tajam dalam beberapa waktu terakhir. Berdasarkan laporan terbaru dari Counterpoint Research, lonjakan ini tidak hanya bersifat sementara, tetapi diperkirakan akan terus berlangsung hingga memasuki tahun 2026. Lembaga riset tersebut mengungkapkan bahwa harga DRAM telah melonjak sekitar 50 persen sepanjang tahun ini, dan diprediksi akan mengalami kenaikan serupa pada kuartal kedua 2026.
Situasi ini menciptakan tekanan biaya yang besar bagi produsen perangkat elektronik, termasuk Xiaomi, yang selama ini tergantung pada kestabilan harga memori untuk menjaga kompetitivitas harga perangkat di seluruh portofolio produknya. Bagi pembaca yang tertarik, tersedia pula ulasan mendalam mengenai Xiaomi HyperOS serta rangkaian ponsel Xiaomi terbaru yang dapat dijadikan referensi tambahan.
Dilansir dari Xiaomi Time pada Kamis (20/11/2025), Counterpoint Research menjelaskan bahwa salah satu pemicu utama lonjakan harga ini adalah menurunnya pasokan untuk memori generasi lama.
Perusahaan besar seperti Samsung dan SK Hynix kini mengalihkan sebagian besar kapasitas produksi mereka ke chip memori yang lebih mutakhir, khususnya memori berperforma tinggi untuk perangkat berbasis AI.
Pergeseran fokus produksi tersebut menyebabkan stok memori LPDDR4 generasi lama menjadi jauh lebih terbatas, padahal jenis memori ini masih banyak dipakai di perangkat elektronik kelas bawah dan menengah.
Keterbatasan pasokan ini bahkan mengakibatkan kondisi harga yang terbalik, sesuatu yang jarang terjadi sebelumnya. Data pasar spot menunjukkan bahwa harga DDR5 yang digunakan pada PC dan server saat ini berada di kisaran 1,50 dolar AS per gigabit.
Sebaliknya, memori LPDDR4 yang sudah tergolong teknologi lama justru diperdagangkan dengan harga sekitar 2,10 dolar AS per gigabit. Ini berarti komponen lama yang biasa ditemukan pada ponsel murah kini lebih mahal daripada memori canggih seperti HBM3e.
Akibatnya, produsen perangkat semakin kesulitan menekan biaya produksi karena komponen yang seharusnya lebih ekonomis justru mengalami lonjakan harga drastis.
![Ilustrasi HP Xiaomi. [Unsplash/c Trnh]](https://media.hitekno.com/thumbs/2025/08/08/74378-ilustrasi-hp-xiaomi/730x480-img-74378-ilustrasi-hp-xiaomi.jpg)
Selain faktor produksi, laporan tersebut juga menyoroti tantangan baru imbas langkah Nvidia yang memilih beralih ke memori LPDDR untuk sistem server generasi berikutnya. Biasanya, server beroperasi dengan memori DDR yang dilengkapi koreksi kesalahan (ECC) demi menjaga kestabilan sistem.
Namun, Nvidia berencana meningkatkan efisiensi konsumsi daya dengan mengadopsi LPDDR, sementara proses koreksi kesalahan dialihkan kepada CPU.
Baca Juga: Batal Meluncur? iQOO 15 Mini Diduga Dibatalkan di Tengah Persaingan Ponsel Kompak
Perubahan strategi ini membuat kebutuhan memori LPDDR dari Nvidia meningkat signifikan dan berada pada level yang sebanding dengan permintaan produsen smartphone global.
Kondisi ini menciptakan tambahan tekanan besar pada rantai pasokan, mengingat LPDDR4 dan LPDDR5 sudah mengalami kekurangan sejak awal. Kombinasi meningkatnya permintaan dan kurangnya ketersediaan memperburuk situasi pasar memori secara keseluruhan.
Tekanan harga ini hampir pasti memberikan dampak besar bagi seluruh produsen perangkat elektronik, terutama pada sektor ponsel pintar.
Para analis memprediksi bahwa perusahaan yang memproduksi smartphone kelas bawah, yang masih banyak bergantung pada LPDDR4 akan paling awal merasakan efek kenaikan biaya. Namun demikian, pembengkakan biaya komponen tampaknya akan menyentuh seluruh kelas perangkat.
Untuk segmen menengah dan flagship, laporan menunjukkan bahwa biaya Bill of Materials (BoM) berpotensi meningkat lebih dari 25 persen. Bagi Xiaomi, yang selama ini dikenal mampu menghadirkan perangkat bertenaga dengan harga agresif, kondisi ini dapat menjadi tantangan tersendiri.
Perusahaan mungkin terpaksa menaikkan harga jual atau mencari langkah efisiensi tambahan pada rantai pasok, terutama untuk produk-produk terbaru seperti lini Xiaomi 15 atau Redmi K, yang dipasarkan secara global melalui seri POCO.
Walaupun demikian, Xiaomi memiliki riwayat manajemen produksi yang cukup solid. Jaringan pemasok jangka panjang serta sistem manufaktur yang terintegrasi memungkinkan perusahaan menyerap sebagian kenaikan biaya, sehingga dampaknya terhadap konsumen tidak sekaligus terasa besar.
Di masa lalu, Xiaomi telah menunjukkan kemampuan beradaptasi terhadap dinamika harga komponen, sehingga kemungkinan besar strategi serupa akan kembali diterapkan.
Dengan prediksi kenaikan harga memori sebesar 30 persen lagi menjelang akhir 2025 dan tambahan 20 persen di awal 2026, produsen perangkat akan menghadapi sejumlah keputusan sulit.
Beberapa perusahaan mungkin memilih memangkas kapasitas penyimpanan dasar, sementara yang lain akan menata ulang struktur harga produk untuk mempertahankan margin keuntungan.
Dari sisi konsumen, kondisi ini dapat memperlambat siklus pembaruan perangkat, karena harga ponsel berpotensi naik dan pengguna menjadi lebih selektif.
Produsen sistem operasi, termasuk Xiaomi melalui HyperOS, kemungkinan akan menekankan fitur efisiensi seperti manajemen RAM yang lebih optimal untuk mengimbangi kenaikan biaya hardware.