Usaha Menutup Lubang Ozon Malah Timbulkan Masalah Lingkungan Lainnya

Penggunaan bahan kimia yang menyebabkan penipisan lapisan ozon, yang dikenal sebagai CFC dapat memicu perubahan sirkulasi atmosfer.

Dinar Surya Oktarini
Selasa, 19 Mei 2020 | 15:45 WIB
Penampakan siang dan malam dari luar angkasa. (twitter/Astro_Christina)

Penampakan siang dan malam dari luar angkasa. (twitter/Astro_Christina)

Hitekno.com - Diperkenalkan pada awal 1990-an, penelitian memperkenalkan senyawa terbaru untuk menggantikn bahan kimia yang menipiskan lapisan ozon. Dapat juga menyebabkan akumulasi bahan kimia jahat lainnya yang bertahan di lingkungan tanpa batas. 

Di masa lalu, penggunaan bahan kimia yang menyebabkan penipisan lapisan ozon, yang dikenal sebagai chlorofluorocarbon (CFC) dapat memicu perubahan sirkulasi atmosfer.

Sejak 2000, para ahli menemukan bahwa perubahan itu mulai berhenti dan bahkan mungkin berbalik karena Protokol Montreal, yang bertujuan melarang manusia menggunakan zat CFC yang dinilai bisa merusak lapisan ozon. Meski begitu, penelitian baru ini menunjukkan peraturan itu memiliki beberapa konsekuensi.

Baca Juga: Terpopuler: 6 HP Murah Baterai Jumbo Terbaik dan Surat Izin Bocah SD

Bahan kimia yang dimaksud adalah asam rantai pendek perfluoroalkyl carboxylic acids (scPFCAs), yang merupakan kelas bahan kimia buatan manusia yang digunakan dalam aplikasi elektronik, pemrosesan industri, konstruksi, dan pendingin udara.

Itu termasuk dalam kelompok zat polyfluoroalkyl yang lebih luas, yang dikenal sebagai PFAS atau "bahan kimia selamanya" karena kegigihannya yang telah dikaitkan dengan sejumlah masalah kesehatan, termasuk kanker.

Dilaporkan dalam jurnal Geophysical Research Letters, para ilmuwan dari York University dan Environment and Climate Change Canada baru-baru ini menemukan keberadaan scPFCA yang tumbuh dalam ekosistem saat ini dengan melihat sampel inti es yang diambil dari Kutub Utara.

Baca Juga: Nasi Padang Bentuk Pie Ini Bikin Geger, Netizen: Orang-orang Pada Tersesat

Kutub Utara. [Shutterstock]
Kutub Utara. [Shutterstock]

"Inti-inti es dapat berguna karena itu berfungsi sebagai kapsul waktu dan memberikan catatan kontaminasi. Dengan demikian, itu adalah satu-satunya cara kita dapat memahami tren ini," ucap Cora Young, asisten profesor dan ahli kimia lingkungan di York University, seperti dikutip dari IFL Science, Selasa (19/5/2020).

Bahan kimia yang ditemukan itu tidak rusak di lingkungan dan pasti berakhir di jaringan manusia. Penelitian ini menegaskan bahwa bahan kimia ditandai oleh resistensi terhadap degradasi lingkungan dan berpotensi dampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan.

Young menjelaskan bahwa bahan kimia itu menumpuk di tanaman, termasuk yang dikonsumsi manusia. Sayangnya, masih sangat sedikit yang diketahui tentang potensi bahaya manusia dan ekologis senyawa ini sehingga penelitian lebih lanjut harus dilakukan.(Suara.com/ Lintang Siltya Utami)

Baca Juga: Spesifikasi Vivo Y30, HP 4 Kamera Rp 2 Jutaan

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak