AS Ingin Kirim Astronot ke Kutub Selatan Bulan, Ini Rincian Misinya

Kutub selatan Bulan bisa menjadi kunci penting kolonialisasi manusia di luar angkasa.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Kamis, 28 Maret 2019 | 08:00 WIB
Astronot NASA saat mendarat di Bulan. (Wikipedia/ NASA)

Astronot NASA saat mendarat di Bulan. (Wikipedia/ NASA)

Hitekno.com - Pada Desember 2017, Donald Trump mengarahkan NASA untuk mengirimkan kembali astronot Amerika ke Bulan. Semakin berkembang, hari Selasa (26/03/2019) pada pertemuan kelima Dewan Antariksa Nasional, Wakil Presiden AS, Mike Pence menjelaskan bahwa astronot Amerika akan menjalani misi di kutub selatan Bulan.

Tak asal kembali ke Bulan, astronot akan mendarat di kutub selatan Bulan karena di tempat tersebut terdapat es yang bisa menjadi bahan bakar roket.

''Di abad ini, kita akan kembali ke Bulan dengan ambisi baru. Tidak hanya sekadar melakukan perjalanan ke sana, kita akan menambang oksigen dari batu Bulan yang akan mengisi bahan bakar pesawat kita, menggunakan tenaga nuklir untuk mengekstrak air dari kawah-kawah di kutub selatan Bulan,'' kata Mike Pence dalam keterangannya.

Baca Juga: Meluncur ke Bulan, Robot Israel Ini Kirim Foto Selfie Berlatar Bumi Bulat

Hingga satu dekade lalu, para ilmuwan tidak cukup yakin terdapat air di Bulan, karena di sana tidak memiliki atmosfer yang substansial.

Namun 10 tahun terakhir, analisis data yang dikumpulkan oleh pengorbit Bulan Chandrayaan-1 dari Organisasi Penelitian Luar Angkasa India menemukan sesuatu yang berbeda.

Mereka menemukan secara pasti terdapat es yang ada di Bulan. Sebagian besar es terdeteksi oleh Chandrayaan-1 terletak pada kawah di kutub selatan Bulan.

Baca Juga: Berapa Suhu di Bulan Saat Malam Hari? Misi Antariksa China Beri Jawabannya

Penampakan es di permukaan Bulan dari pesawat Chandrayaan 1. (NASA)
Penampakan es di permukaan Bulan dari pesawat Chandrayaan 1. (NASA)

Daerah tersebut sangat dingin karena secara permanen ada pada daerah berbayang di Bulan. Suhunya tidak pernah naik di atas -121 derajat Celcius, mencegah es menguap ke luar angkasa.

Jim Bridenstine, salah satu ilmuwan NASA, menjelaskan bahwa adanya es di Bulan merupakan sebuah kabar baik bagi masa depan manusia di luar angkasa.

''Adanya es berarti terdapat penopang kehidupan, udara untuk bernafas, air untuk minum, hidrogen dan oksigen, yang merupakan pendorong roket di Bulan,'' kata Bridenstine dikutip dari Wired.

Baca Juga: Misteri Sisi Gelap Bulan Terpecahkan, Robot China Buka Fakta Baru

Dengan adanya pendorong roket dari ekstraksi es Bulan, perjalanan selanjutnya ke Mars kini tak membutuhkan waktu bertahun-tahun, bahkan bisa dicapai dalam hitungan Bulan.

Amerika berambisi dapat mengirim astronot kembali ke Bulan pada 2024 dan paling lambat hingga tahun 2028.

Potensi es di kutub selatan Bulan yang bisa diekstrasi. (Wikipedia/ NASA)
Potensi es di kutub selatan Bulan yang bisa diekstrasi. (Wikipedia/ NASA)

Namun meski terdengar positif, namun misi itu masih ada beberapa hambatan.

Baca Juga: Kata Astronom, Pembentukan Bulan Hasilkan Kehidupan di Bumi

Jack Burns, seorang astrofisika di University of Colorado sekaligus ilmuwan NASA menjelaskan bahwa betapa sedikit pengetahuan kita tentang es di Bulan.

Meskipun data mengatakan bahwa terdapat lebih dari 500 miliar kilogram es di Bulan, ilmuwan masih berusaha menemukan cara untuk mencairkannya.

''Sebelum meletakkan sepatu bot astronot ke atas tanah di kutub, kita sangat membutuhkan misi robot untuk mencari dan mencairkan es di kutub bulan," kata Burns dalam penjelasannya.

Meski terdapat beberapa kendala, jika Amerika Serikat berhasil mengirim astronot ke kutub selatan Bulan, itu akan menjadi lompatan besar bagi kolonialisasi manusia di luar angkasa.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak