Ilustrasi AI. [Unsplash/Igor Omilaev]
Hitekno.com - Sebuah riset terbaru yang diluncurkan oleh Indosat Ooredoo Hutchison dan Twimbit secara gamblang membeberkan "resep" sekaligus "harga" yang harus dibayar Indonesia untuk mencapai kedaulatan di bidang kecerdasan buatan (AI).
Laporan riset Indosat bertajuk Empowering Indonesia Report 2025 ini mengungkap bahwa jika dieksekusi dengan benar, adopsi AI berdaulat bisa menjadi mesin pendorong ekonomi yang luar biasa.
Namun, berdasarkan riset Indosat dan Twimbit soal kemungkinan Indonesia adopsi AI itu, terdapat kebutuhan investasi raksasa di sektor infrastruktur dan sumber daya manusia yang tidak bisa ditawar.
Potensi Ekonomi yang Fantastis
Menurut Founder and CEO Twimbit, Manoj Menon, potensi ekonomi yang bisa diraih sangatlah besar. Adopsi AI berdaulat diproyeksikan mampu menambah 140 miliar Dolar AS (sekitar Rp 2.326 triliun) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun 2030.
"Penerapan AI berdaulat juga dapat mendorong peningkatan produktivitas hingga 18 persen di sektor jasa, 15–20 persen di manufaktur, dan 5–8 persen di pertanian, menjadikannya faktor utama dalam memperkuat daya saing dan efisiensi nasional," kata Manoj Menon dalam konferensi pers di Jakarta, 27 Oktober 2025 lalu.
'Mahar' yang Harus Dibayar: Infrastruktur dan Talenta
Namun, untuk meraih potensi tersebut, ada "mahar" yang harus disiapkan. Laporan ini menyoroti dua kebutuhan investasi utama:
Infrastruktur Digital: Indonesia membutuhkan investasi sebesar 3,2 miliar Dolar AS (Rp 53 triliun) hingga tahun 2030 untuk membangun pusat data AI yang memadai. Saat ini, kapasitas data center AI di Indonesia masih kurang dari 1 persen dari pasar global.
Talenta Manusia: Diperlukan pencetakan 400.000 talenta AI pada tahun 2030, yang membutuhkan investasi sebesar 968 juta Dolar AS (Rp 16 triliun) untuk pendidikan, pelatihan, dan reskilling tenaga kerja.
Baca Juga: Deretan Kode Redeem FC Mobile 29 Oktober 2025, Klaim Hadiah Gratis dari EA Sports!
Fondasi Sudah Ada, Tapi Perlu Akselerasi
Meskipun tantangannya besar, Indonesia tidak memulai dari nol. Laporan ini mencatat sudah ada 364 startup AI di dalam negeri dan inisiatif riset nasional seperti Sahabat-AI V2, sebuah Large Language Model (LLM) yang mendukung bahasa Indonesia dan bahasa daerah.
"Inovasi lokal ini menjadi bukti bahwa Indonesia mulai beralih dari pengguna menjadi pembentuk teknologi AI global," beber Manoj Menon.
Visi ini didukung penuh oleh pemerintah dan pelaku industri. Wamenkomdigi, Nezar Patria, menegaskan bahwa kedaulatan AI adalah tentang kemandirian bangsa yang berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
"Kedaulatan AI berarti kita membangun teknologi yang merefleksikan nilai-nilai Pancasila, menjamin etika dan keamanan, serta memastikan manfaatnya dirasakan secara merata oleh seluruh masyarakat," jelasnya.
Sementara itu, President Director and CEO Indosat Ooredoo Hutchison, Vikram Sinha, menambahkan komitmen pihaknya.
"Melalui kolaborasi strategis dan inovasi berkelanjutan, kami berkomitmen menghadirkan konektivitas yang inklusif dan solusi AI yang beretika untuk memberdayakan setiap lapisan masyarakat menuju Indonesia Emas 2045," katanya.
Laporan ini pada akhirnya menjadi sebuah peta jalan yang jelas: potensi ekonomi dari AI sangat besar, namun hanya bisa diraih jika Indonesia berani membayar "mahar" investasi yang diperlukan untuk membangun fondasi infrastruktur dan talenta yang kokoh.