VinFast. [VinFast]
Hitekno.com - Pasar kendaraan listrik (EV) di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat cepat dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah menargetkan tercapainya 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik yang beroperasi di jalan pada tahun 2030. Upaya ini menjadi bagian dari strategi nasional untuk menurunkan emisi karbon sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Meski begitu, pencapaian target tersebut tidak hanya bergantung pada peningkatan produksi kendaraan, tetapi juga pada kesiapan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya yang merata di seluruh wilayah Indonesia.
Di sisi lain, masih muncul keraguan apakah masyarakat benar-benar siap beralih ke kendaraan listrik dan apakah kebijakan yang ada sudah mampu mengatasi tantangan di lapangan. Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, terdapat lebih dari 11 juta mobil berbahan bakar konvensional yang menghasilkan sekitar 35 juta ton emisi karbon per tahun. Kondisi ini turut menyumbang hingga 70-80 persen polusi udara di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya, yang menunjukkan betapa mendesaknya transisi menuju sistem transportasi yang lebih bersih dan berkelanjutan.
Pemerintah ingin mengubah tren itu lewat elektrifikasi. Tapi di lapangan, keterbatasan bengkel, teknisi, dan suku cadang masih jadi momok bagi calon pengguna.
Banyak konsumen ragu. Bukan karena tidak peduli lingkungan, tapi karena kepraktisan dan keandalan EV belum sepenuhnya teruji di Indonesia, negara dengan kondisi jalan ekstrem, jaringan listrik belum merata, dan daya beli yang beragam.
![VinFast. [VinFast]](https://media.hitekno.com/thumbs/2025/11/06/87707-vinfast/730x480-img-87707-vinfast.jpg)
Membangun Ekosistem, Bukan Sekadar Produk
Melihat peluang sekaligus tantangan itu, VinFast, produsen otomotif asal Vietnam, datang bukan sekadar menjual mobil.
“Bagi kami, perjalanan ini bukan tentang menjadi pemain asing di pasar baru. Ini tentang menjadi bagian dari kisah yang lebih besar, kisah tentang kreativitas anak muda Indonesia, semangat kelas menengah, dan visi pembuat kebijakan yang berpandangan jauh ke depan,” kata Kariyanto Hardjosoemarto, Deputy CEO VinFast Indonesia.
VinFast menargetkan 500 bengkel resmi di seluruh Indonesia dan pabrik perakitan di Subang senilai 200 juta dolar AS, dengan kapasitas 50.000 unit per tahun. Langkah ini bukan hanya soal ekspansi, tapi strategi membangun ekosistem EV yang terpadu, dari perakitan, perawatan, hingga layanan purna jual.
Perusahaan juga menyiapkan program langganan baterai, garansi panjang, dan nilai jual kembali hingga 73 persen setelah tiga tahun. Hal ini adalah upaya meyakinkan publik bahwa EV bisa seandal mobil konvensional.
Membangun Kepercayaan Publik
Baca Juga: VinFast: Pendorong Revolusi Kendaraan Listrik Dunia di Kawasan Asia Tenggara
Namun, keberhasilan elektrifikasi tidak hanya bergantung pada pabrik atau regulasi. Kepercayaan pengguna adalah mata uang utama. Banyak calon pembeli masih mempertanyakan kesiapan infrastruktur pengisian daya, biaya listrik yang fluktuatif, hingga kemampuan teknisi lokal menangani kendaraan berteknologi tinggi.
VinFast mencoba menjawab itu lewat pendekatan “A-to-Z ownership”, model kepemilikan yang menekankan pengalaman pengguna dari awal hingga akhir. Tapi pada akhirnya, transisi menuju kendaraan listrik akan tergantung pada apakah publik melihat perubahan ini sebagai solusi nyata, bukan sekadar kampanye hijau pemerintah atau strategi bisnis baru korporasi.
“Yang kami bangun bukan sekadar bisnis. Ini adalah kolaborasi lintas negara dan lintas generasi untuk mewujudkan masa depan mobilitas yang lebih bersih dan berkelanjutan, dari Vietnam ke Indonesia, dari ambisi menjadi aksi,” tutup Kariyanto.