Satu Juta Burung Laut Mati, Penyebabnya Sangat Memilukan

Burung laut imut yang mirip penguin ini harus mati secara perlahan di pesisir Pasifik Utara.

Agung Pratnyawan | Rezza Dwi Rachmanta
Minggu, 19 Januari 2020 | 15:45 WIB
Kumpulan burung murre yang ditemuka mati oleh ilmuwan. (Jurnal PLOS One/ COASST)

Kumpulan burung murre yang ditemuka mati oleh ilmuwan. (Jurnal PLOS One/ COASST)

Hitekno.com - Sebuah penlitian yang dilakukan oleh para ilmuwan di sekitar Pasifik Utara menghasilkan sebuah kesimpulan yang mengagetkan. Sesuatu yang disebut dengan "The Blob", mengakibatkan satu juta burung laut mati.

Istilah The Blob diambil dari sebuah judul film fiksi ilmiah dengan nama yang sama.

Film The Blob (1988) menceritakan mengenai gumpalan yang yang dibentuk oleh alien di mana gumpalan tersebut bisa memakan manusia dan makhluk sekitarnya.

Baca Juga: Terjebak Banjir, Kucing Gokil Ini Harus "Ngungsi" di Kandang Burung

The Blob yang dimaksud oleh ilmuwan di sini bukan dibentuk oleh alien, melainkan kondisi alam di mana gelombang panas bisa tercipta.

Ilmuwan menemukan bahwa gelombang panas di Pasifik Utara membuat lebih dari satu juta burung laut ditemukan mati di pesisir Amerika Utara.

Burung murre Pasifik Utara. (Wikipedia/ Andreas Trepte)
Burung murre Pasifik Utara. (Wikipedia/ Andreas Trepte)

Sebagian besar burung laut yang mati merupakan common murre atau guillemot (Uria aalge), seekor burung auk besar mirip penguin yang tinggal di Pasifik Utara.

Baca Juga: Burung Ini Punya "Password" untuk Berinteraksi dengan Spesiesnya Sendiri

John Piatt seorang ilmuwan dan ahli biologi dari Alaska Science Center menjelaskan bahwa kasus kematian ini merupakan kasus kematian terbesar di lautan mana pun.

"Kematian umum yang terjadi pada musim gugur atau musim dingin 2015-2016 adalah kematian burung laut dalam skala terbesar yang pernah diamati pada lautan mana pun di dunia," kata John Piatt, dikutip dari IFLScience.

Penelitian mereka bersama dengan ilmuwan dari Coastal Observation and Seabird Survey Team (COASST) telah diterbitkan di jurnal PLOS One pada pekan ini.

Baca Juga: Melengking Tinggi, Ini Suara Burung Terkeras di Dunia yang Berhasil Terekam

Gelombang panas yang disebut The Blob diyakini oleh ilmuwan sebagai dampak pemanasan global dan perubahan iklim.

Peta di mana burung murre ditemukan mati. (Jurnal PLOS Ones)
Peta di mana burung murre ditemukan mati. (Jurnal PLOS Ones)

Antara tahun 2015 hingga 2016, gumpalan atau The Blob air laut seukuran Alaska terdeteksi di Samudera Pasifik, tak jauh dari Pantai Barat Amerika Serikat.

Gelombang panas air laut terdeteksi dimulai pada tahun 2013 dan berkembang semakin parah pada musim panas 2015.

Baca Juga: Ilusi Optik Bikin Banyak Orang Salah Tebak, Ini Kelinci atau Burung Gagak?

Selama periode ini, air laut mengalami lonjakan suhu yang bisa 3 hingga 6 derajat Celcius lebih tinggi dibandingkan suhu rata-rata.

Gelombang panas meningkatkan metabolisme organisme berdarah dingin seperti zooplankton hingga ikan predator lebih besar seperti salmon dan pollock.

Efek domino gelombang panas yang membuat burung laut mati. (Jurnal PLOS One)
Efek domino gelombang panas yang membuat burung laut mati. (Jurnal PLOS One)

Karena ikan predator perlu memakan lebih banyak dari biasanya, maka burung laut mulai kalah bersaing sehingga mereka kekurangan pasokan ikan kecil untuk dimakan.

Sangat memilukan, gelombang panas membuat mereka menderita kelaparan tingkat akut di mana hewan akan mati secara perlahan.

Sampel penelitian hanya berada pada rentang 2015 hingga 2016 saja, namun data yang ada bisa lebih tinggi jika ilmuwan menghitung efek gelombang panas hingga tahun 2019.

Penemuan kematian satu juta burung laut oleh ilmuwan sangat mengagetkan karena itu membuat ekosistem di laut bisa terganggu bahkan hancur.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak