Hidup 65 Juta Tahun Lalu, Pterosaurus Diyakini Menjadi "Kunci" Penerbangan

Pterosaurus yang memiliki berat hampir 300 kilogram bisa terbang ke udara dengan sekali lompatan.

Dinar Surya Oktarini | Rezza Dwi Rachmanta
Selasa, 21 April 2020 | 08:15 WIB
Ilustrasi patung pterosaurus yang terbang rendah. (Pixabay/ Demko)

Ilustrasi patung pterosaurus yang terbang rendah. (Pixabay/ Demko)

Hitekno.com - Manusia telah banyak belajar dari burung, kelelawar, dan serangga ketika mereka meluncurkan mesin terbang yaitu "burung besi raksasa". Ilmuwan yakin bahwa pterosaurus yang hidup 65 juta tahun lalu bisa menjadi kunci penerbangan yang lebih baik di masa depan.

Pterosaurus merupakan hewan terbesar dalam sejarah yang pernah terbang di langit.

Mereka telah menguasai langit selama 160 juta tahun, di mana itu jauh lebih lama dibandingkan spesies burung modern mana pun.

Baca Juga: Ilmuwan Temukan Dinosaurus Raptor Terakhir yang Hidup di Bumi

Beberapa ilmuwan percaya bahwa aerodinamika milik pterosaurus lebih relevan untuk menguak kunci penerbangan dibandingkan burung modern.

"Ada banyak hal yang sangat keren dalam catatan fosil yang tidak dijelajahi karena para insinyur umumnya tidak melihat ke paleontologi ketika berpikir tentang inspirasi untuk penerbangan," kata Dr Liz Martin-Silverstone, pemimpin penelitian dari University of Bristol.

Ilustrasi pterosaurus yang terbang ke udara dengan sekali lompatan. (Press Release University of Bristol/ Mark Witton)
Ilustrasi pterosaurus yang terbang ke udara dengan sekali lompatan. (Press Release University of Bristol/ Mark Witton)

Ilmuwan itu menjelaskan bahwa jika kita hanya mencari inspirasi dari hewan modern, kita benar-benar kehilangan sebagian besar morfologi di luar sana dan mengabaikan banyak pilihan yang bisa berguna.

Baca Juga: Berukuran Jumbo, Ilmuwan Temukan Spesies Dinosaurus Baru

Sebelumnya, sebagian besar para insinyur berfokus pada fisiologi burung dan serangga modern ketika merancang teknologi aeronautika seperti drone dan pesawat.

Pterosaurus memang tidak mungkin dapat bersaing dengan kecepatan yang dimiliki oleh kebanyakan burung modern.

Namun dinosaurus terbang yang hidup pada 228 sampai 65 juta tahun lalu ini bisa menjadi kunci pada penerbangan dengan kecepatan rendah yang lebih efisien.

Baca Juga: Dianggap Predator Puncak, Dinosaurus "Bergigi Hiu" Ditemukan di Thailand

Dalam rilis resminya, Dr. Liz Martin-Silverstone sangat yakin bahwa kemampuan pterosaurus bisa menjadi inspirasi bagi kendaraan yang digunakan di perkotaan seperti pesawat kecil yang mendarat di atap bangunan bertingkat tinggi.

Ilustrasi pterosaurus. (Pixabay/ Clker-Free-Vector-Images)
Ilustrasi pterosaurus. (Pixabay/ Clker-Free-Vector-Images)

Beberapa burung besar membutuhkan permulaan berlari, seperti halnya pesawat terbang harus meningkatkan kecepatannya sebelum lepas landas.

Namun, meskipun beberapa pterosaurus memiliki berat hampir 300 kilogram, mereka bisa terbang ke udara dengan sekali lompatan.

Baca Juga: Ditemukan Fosil Dinosaurus Dewa Naga, Tapi Herbivora

"Hari ini, sesuatu seperti drone membutuhkan permukaan yang datar untuk diluncurkan dan sangat terbatas pada bagaimana itu benar-benar terbang sempurna ke udara. Fisiologi peluncuran pterosaurus yang unik mungkin dapat membantu memecahkan beberapa masalah ini," tambah Dr. Liz Martin-Silverstone dikutip dari IFLScience.

Pterosaurus atau dinosaurus terbang ini juga harus mengembangkan mekanisme stabilisasi untuk menghindari risiko terombang-ambing oleh hembusan angin, mengingat area luas yang disajikan oleh selaput sayap mereka.

Ilmuwan masih belum tahu bagaimana pterosaurus dapat melakukannya, namun jika berhasil dipecahkan, maka itu bisa menjadi inspirasi insinyur untuk mendesain pesawat masa depan yang lebih personal.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak