Apakah Badai Matahari Bisa Menyebabkan Tsunami?

Badai Matahari diketahui menyebabkan kekacauan elektromagnetik, namun bagaimana dengan Tsunami?

Agung Pratnyawan
Rabu, 14 September 2022 | 16:39 WIB
Ilustrasi Matahari berbentuk bola api. (Pixabay/ WikiImages)

Ilustrasi Matahari berbentuk bola api. (Pixabay/ WikiImages)

Hitekno.com - Badai Matahari diketahui bisa berdampak pada banyak hal, tidak terkecuali ke Bumi. Namun apakah Badai Matahari bisa menyebabkan tsunami di Bumi?

Sebagai informasi, Badai Matahari memuntahkan gumapalan plasma yang dipenuhi akan pertikel bermuatan. Hal ini bisa berdampak serius pada satelit, internet, hingga GPS.

Namun selain kekacauan elektromagnetik tersebut, akankan Badai Matahari bisa memicu terjadi tsunami Bumi?

Baca Juga: Korea Selatan Berhasil Kembangkan Matahari Buatan, Produksi Listrik Ramah Lingkungan Jadi Tujuan

Dikutip dari Suara.com, jawaban singkatnya tidak secara langsung Badai Matahari memicu tsunami di Bumi.

Untuk tercipta tsunami di Bumi, harus ada pemicu lain yang terjadi di planet tempat kita tinggal ini. Seperti ada gempa bumi yang bergemuruh di bawah dasar laut.

Kemudian menggantikan air dan menghasilkan gelombang kolosal dan sangat cepat melalui seluruh kolom air, menurut National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Baca Juga: Ditemukan Bintik Matahari Seukuran Planet, Terus Tumbuh dengan Cepat

Gempa seperti itu disebabkan jenis pergerakan lempeng tektonik yang sama, membuat gunung berapi meletus dan kota-kota bergetar.

Tetapi betapapun menakutkannya bagi Bumi untuk dicerca oleh angin plasmatik dari suar Matahari (semburan intens radiasi elektromagnetik dari Matahari) atau lontaran massa korona (awan raksasa partikel bermuatan listrik dari Matahari) bergerak dengan kecepatan tinggi).

Dampak Badai Matahari. (NASA)
Dampak Badai Matahari. (NASA)

Kekuatan-kekuatan itu tidak dapat secara langsung menyebabkan tsunami yang sebenarnya muncul dari dasar lautan.

Baca Juga: China Bangun Susunan Teleskop Terbesar di Dunia untuk Pelajari Letusan Matahari

Namun demikian, beberapa peneliti berpendapat bahwa badai Matahari secara tidak langsung dapat menyebabkan tsunami di Bumi.

Para ilmuwan setuju bahwa badai Matahari dapat menghasilkan gelombang kejut jenis tsunami atau "tsunami Matahari", yang mendatangkan malapetaka pada Matahari daripada Bumi, seperti yang dilaporkan NASA ketika fenomena itu ditangkap oleh Solar Terrestrial Relations Observatory (STEREO) pada 2006.

Gelombang kejut ini, juga dikenal sebagai gelombang Moreton, cukup kuat untuk memampatkan dan memanaskan hidrogen dan gas lainnya di Matahari hingga seluruh bintang menyala lebih terang.

Baca Juga: Peringatan Ilmuwan: Semburan Badai Matahari Besok Bisa Berdampak Gangguan GPS

Kondisi ini terjadi hanya dalam beberapa menit. Beberapa ledakan Matahari sangat ekstrem sehingga dapat meninggalkan bekas di Bumi.

Tim peneliti menemukan dalam studi 2022 di jurnal Nature, ketika mereka menemukan bukti kejatuhan dari salah satu yang menghantam Greenland lebih dari 9.000 tahun yang lalu.

Partikel yang tersapu angin Matahari terperangkap di inti es yang kemudian diperiksa di laboratorium.

Peristiwa besar khusus ini tidak memicu tsunami, tetapi sebuah studi 2020 di Scientific Reports, menggambarkan kemungkinan hubungan antara badai Matahari dan gempa bumi besar di Bumi — dan gempa bumi diketahui menyebabkan tsunami.

Ilustrasi matahari. (pixabay/qimono)
Ilustrasi matahari. (pixabay/qimono)

"[Kami menemukan] bukti untuk korelasi tinggi antara gempa bumi besar di seluruh dunia dan kepadatan proton di dekat magnetosfer, karena angin matahari," tulis para peneliti, yang dipimpin oleh Vito Marchitelli, pakar analisis satelit di Universitas Basilicata di Potenzo, Italia. dalam studi.

"Hasil ini sangat penting untuk penelitian seismologi dan kemungkinan implikasi masa depan pada perkiraan gempa," teranganya dilansir laman Space.com, Rabu (14/9/2022).

Badai Matahari yang mempengaruhi Bumi adalah hasil dari semburan Matahari atau lontaran massa korona, yang biasanya terjadi ketika medan magnet di matahari kusut atau pecah.

Keduanya meledak dengan energi yang sangat besar dan mengirim angin matahari yang kuat ke luar angkasa.

Ketika partikel bermuatan dalam angin Matahari mencapai Bumi dan berinteraksi dengan ionosfer, bagian terluar atmosfer kita di tepi ruang angkasa, mereka dapat menyebabkan sinyal satelit dan GPS mengalami gangguan, menurut NASA.

Tetapi interaksi dengan magnetosfer dapat melakukan lebih dari itu.

Magnetosfer bumi lebih jauh dari ionosfer. Ini adalah area di ruang angkasa yang mengelilingi planet di mana medan magnet memiliki efek yang sangat kuat, dan dibentuk oleh angin Matahari yang mengalir ke medan magnet tersebut.

Ilustrasi tsunami. (Pixabay)
Ilustrasi tsunami. (Pixabay)

Marchitelli dan rekan-rekannya mengusulkan bahwa partikel dalam angin Matahari yang menghantam magnetosfer dapat mempengaruhi intensitas gempa bumi.

Para peneliti percaya, partikel-partikel ini berpotensi terkait dengan pergerakan lempeng tektonik karena listriknya dapat memperburuk gangguan yang ada, seperti subduksi, di mana satu lempeng tektonik didorong ke bawah yang lain.

Mereka beralasan bahwa semakin banyak proton dalam angin Matahari yang menyentak magnetosfer, semakin besar kemungkinan mereka memperburuk gempa bumi, beberapa di antaranya dapat memicu tsunami.

Namun, penelitian Marchitelli tidak meneliti jumlah tsunami pada periode angin matahari tinggi dan rendah, jadi ide ini masih sebatas itu.

Ada lebih banyak dukungan untuk pemikiran ini. Sebuah studi 2011 yang diterbitkan dalam jurnal Scientific Research, mengamati bahwa gempa bumi meningkat selama maksimum Matahari.

Rentang waktu selama siklus 11 tahun Matahari saat paling aktif dan kemungkinan besar melepaskan ledakan angin Matahari, yang membelokkan bentuk medan magnet bumi.

Hal ini dapat memberikan tekanan ekstra pada kerak bumi dengan mendorong medan magnet bumi terhadap lempeng tektonik yang berada di bawahnya, sehingga mempengaruhi gempa bumi penyebab tsunami.

Itula jawaban apakah Badai Matahari bisa memicu tsunami di Bumi atau tidak. (Suara.com/ Dythia Novianty)

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak