NASA dan NOAA Peringatkan Jaringan 5G Bisa Berbahaya, Ini Penjelasannya

Ternyata jaringan 5G mengganggu satelite cuaca.

Agung Pratnyawan
Minggu, 26 Mei 2019 | 13:00 WIB
Ilustrasi tower jaringan seluler. (Pixabay)

Ilustrasi tower jaringan seluler. (Pixabay)

Hitekno.com - Teknologi 5G sudah di depan mata dengan menjanjikan kecepatan internet yang ngebut banget. Namun di balik itu, jaringan 5G menyimpan sebuah risiko yang harus diwaspadai.

Frekuensi sinyal yang digunakan jaringan 5G, ternyata bisa berdampak pada prakiraan cuaca. Hal ini telah diperingatkan oleh Lembaga Kelautan dan Atmosfer Amerika Serikat (NOAA).

Badan Antariksa AS, NASA juga memperingatkan risiko berbahaya dari jaringan 5G yang sekarang sedang digalakkan ini.

Baca Juga: 60 Satelit Starlink Berhasil Meluncur, Era Internet Murah Semakin Dekat

Diwartakan The Washington Post, frekuensi milimeter wave jaringan 5G berada di spektrum 24 GHz. Ini dianggap terlalu dekat spektrum yang dipakai satelit microwave untuk mendateksi perubahan cuaca.

Menurut NASA dan NOAA, pemakaian spektrum yang berdekatan ini berisiko menyebabkan interferensi. Akibatnya, penerimaan data dari satelit bisa terganggu.

Hal ini bakal makin berbahaya ketika terjadi bencana seperti badai. Karena badai bakal terdeteksi lebih lamban beberapa hari dari sekarang.

Baca Juga: Ditembak dengan Rudal, Serpihan Satelit India Membahayakan ISS

Diwartakan The Verge, data yang dikirimkan satelit ke bumi bisa menurun hingga 77 persen dan mengurangi kemampuan untuk prakiraan cuaca hingga 39 persen.

Penampakan Badai Florence yang tertangkap dari luar angkasa. (NASA)
Penampakan Badai Florence yang tertangkap dari luar angkasa. (NASA)

"Efeknya adalah berkurangnya kemampuan memprediksi badai selama kira-kira 2 hingga 3 hari," kata kepala NOAA, Dr. Neil Jacobs.

Hal ini diperkuat pernyataan dari administrator NASA, Jim Bridenstine di House Science Committe pada 19 April 2019 kemarin.

Baca Juga: Dokter di China Sukses Lakukan Operasi Jarak Jauh dengan Jaringan 5G

Menurutnya, bagian dari spektrum elektromagnet itu dibutuhkan untuk memprediksi di mana badai tersebut akan datang.

"Jika kamu tidak bisa membuat prediksi secara akurat, maka kamu tak akan bisa mengevakuasi orang yang tepat atau kamu bakal mengevakuasi orang yang tak memerlukan, yang mana jadi sebuah masalah," ujar Jim Bridenstine.

Masalah ini sebenarnya sudah diketahui sejak pertama dikembangkannya teknologi 5G. Karena peneliti sejak awal telah memperdebatkan spektrum frekuensi jaringan 5G.

Baca Juga: Percaya Diri, Bos Xiaomi Yakin Smartphone 5G Jadi Pendongkrak Penjualan

Ilustrasi jaringan 5G. (Pixabay/ mohamed_hassan)
Ilustrasi jaringan 5G. (Pixabay/ mohamed_hassan)

Karena itulah, versi 3GPP terbaru dari teknologi 5G telah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi layanan satelit cuaca dengan meminimalisir emisi dari spektrum yang berdempetan.

Yaitu dengan spektrum frekuensi jaringan 5G di 24,25 GHz hingga 27,5 GHz untuk menghindari 23,8 GHz yang dipakai transmisi data dari satelit cuaca.

Meski emisi sudah dikurangi, namun menurut NOAA tetap belum cukup untuk menjamin tidak terjadinya interferensi dengan transmisi data satelit cuaca.

Coba bayangkan, kita dapat kecepatan internet dari teknologi 5G tapi terlambat tahu kalau ada badai mengancam. Ditambah lagi, tidak tahu di mana keberadaan badai.

Namun baik NASA dan NOAA optimis akan menemukan solusi untuk passive microwave sensing dan jaringan 5G bisa bekerja berdampingan tanpa saling ganggu.

Berita Terkait
TERKINI

Melalui Yandex Cloud, Yandex Weather, dan Yandex School of Data Analytics (YSDA) berkolaborasi untuk mengintegrasikan ke...

sains | 12:33 WIB

Apa saja fitur canggih yang ada di CBR 150? Simak rinciannya di bawah ini....

sains | 12:12 WIB

Pertamina Foundation bersama Fakultas Kehutanan UGM telah melakukan kerja sama rehabilitasi hutan "Hutan Pertamina UGM"...

sains | 14:04 WIB

Dengan memanfaatkan algoritma AI, perusahaan ini berhasil membuka jalan bagi pengembangan obat terobosan potensial....

sains | 16:10 WIB

Objek ini punya suhu jauh lebih tinggi daripada matahari walaupun tak begitu terang. Objek apa gerangan?...

sains | 16:22 WIB

Pusat Studi Objek Dekat Bumi NASA (CNEOS) telah mencatat lebih dari 32.000 asteroid yang berada dekat dengan Bumi....

sains | 15:44 WIB

Kontribusi Goodenough merevolusi bidang teknologi membuat namanya layak dikenang sebagai sosok penting....

sains | 13:54 WIB

Jika tidak ada yang dilakukan, tingkat diabetes akan terus meningkat di setiap negara selama 30 tahun ke depan....

sains | 18:50 WIB

Vladimir Putin, pertama kali mengumumkan pengembangan drone Poseidon dalam pidato kepada parlemen Rusia 2018 lalu....

sains | 18:26 WIB

Berikut adalah sederet mitos tentang daging kambing yang banyak dipercaya masyarakat. Benarkah?...

sains | 10:19 WIB

Apakah kalian tahu apa perbedaan antara pandemi dan endemi? Simak penjelasannya di sini....

sains | 20:20 WIB

Prosedur bariatrik ramai disorot setelah beberapa seleb Indonesia diketahui menjalani tindakan medis ini....

sains | 17:01 WIB

Begini akal-akalan Toyota untuk memikat orang agar tertarik dengan mobil listrik. Seperti apa?...

sains | 10:25 WIB

SATRIA adalah satelit yang dirancang untuk menjembatani kesenjangan digital di Indonesia....

sains | 15:42 WIB

Satelit Satria-1 milik Indonesia akhirnya berhasil diluncurkan, diklaim sebagai terbesar di Asia....

sains | 15:59 WIB

Simak penjelasan apa itu El Nino lengkap dan dampak hingga potensi bahayanya bagi Indonesia....

sains | 15:48 WIB

Sering berlama-lama di depan monitor atau ponsel? Leher terasa kaku bahkan cenderung nyeri?...

sains | 16:38 WIB

Apa saja tanda-tanda rabies pada anjing? Awas jangan sampai terkena gigitanya, ya! Bisa fatal!...

sains | 13:09 WIB
Tampilkan lebih banyak